Al-Jazari

Pencipta Teknologi Pengangkat Air

Al-Jazari (1136 M - 1206 M)
Adalah insinyur Muslim terkemuka. Beragam teknologi modern berhasil diciptakan di abad ke-12 M. Tak salah jika sang ilmuwan didaulat sebagai Bapak Tenik Modern’. Insinyur yang juga didapuk sebagai ‘Bapak Perintis Robot’ itu dikena1 dunia sebagai peletak sejarah teknologi modern. Penemu berbagai peralatan teknologi .itu bernama lengkap Al-Shaykh Ra’is Al-A’mal Badi’Al-Zaman Abu Al-‘Izz ibn Isma’il ibn Al-Razzaz Al-Jazani.

Namanya mengguncang jagad teknologi dunia lewat.kitabnya yang fenomenal berjudul AIJami ‘bayn at- ‘ilm wa ‘l-‘ama1 al-nafi ‘fi sini ‘at aI-hiya (Ikhtisar dan Panduan Membuat berbagai MesinMekanik). Inilah risalah paling penting dalam tradisi teknik mesin Islam juga dunia.

Risalah yang barisi 50 penemuan yang diciptakannya itu mengundang decak kagum para sejarawan teknologi dunia. ‘Tak murigkin mengabaikan hasil karya Al-Jazari yang begitu panting. Dalam bukunya, dia begitu detail memaparkan instruksi untuk mendesain, merakit, dan membuat sebuah mesin,” ungkap Sejarawan inggris, Donald R Hill, dalam tulisannya berjudul. Studies in Medieval Islamic Technology.

Salah satu temuannya adalah saqiya. Alat pangangkat air ciptaan Al-Jazari itu sungguh modern. Dengan menggunakan roda gigi, alat pengangkat air itu tak lagi menggunakan tenaga hewan. “Jelas sudah bahwa penemu roda gigi pertama adalah Al-Jazari. Barat baru menemukannya pada tahun 1364 M,” papar White Lynn, ilmuwan Barat.


Tehnik Irigasi dalam Peradaban Islam

Sebelum peradaban Islam mencapai puncak kejayaannya, peradaban manusia di Timur Tengah begitu menggantungkan hidupnya pada sungai-sungai besar seperti Nil, Tigris, dan Efrat. Sejatinya, peradaban sebelum Islam telah mengenal teknik dasar irigasi. Ketika kekhalifahan Islam menjelma jadi kekuatan dunia dan kota-kotanya menjadi metropolis, sistem irigasi pun dipercanggih.

Guna memenuhi kebutuhan air di kota-kota Islam yang saat itu mulai berkembang pesat, sistem irigasi yang ada mulai diperluas. Tak hanya itu, penguasa Muslim juga memperbanyak pembangunan kanal. Sehingga, kota-kota Islam di era keemasan tak pernah mengalami kekurangan suplai air, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk pertanian serta perkebunan.

“Sistem irigasi yang dikembangkan di dunia Islam mengandung aspek-aspek teknologi dan sosiologi yang menarik,” papar Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk Islamic Technology : An Ilustrated History. Untuk membangun sebuah jaringan dan system irigasi yang amat luas, para insinyur Muslim terdorong untuk mengembangkan beragam teknologi. Di zaman keemasan, teknik irigasi menjadi salah satu objek yang sangat vital. Apalagi, sebagian besar negeri-negeri Islam memiliki jenis tanah yang kering. Para petani Muslim harus memutar otak untuk mendatangkan air ke lahan kering sehingga dapat ditanami beragam komoditas, seperti tebu, padi, dan kapas—tanaman yang sangat membutuhkan air.

Menurut Al-Hassan dan Hill, para petani Muslim mewarisi sistem irigasi yang telah rusak. Tak heran, jika pasokan air ke berbagai daerah yang sebelumnya dikuasai peradaban non-Islam kian menyusut. Sistem irigasi diperluas dan dipercanggih lantaran “Revolusi Hijau” yang dicetuskan peradaban Islam tak lagi memadai. Salah satu kunci keberhasilan “Revolusi Pertanian” adalah tersedianya air yang melimpah. Selain memperluas sistem irigasi, para petani Muslim akhirnya mampu mengembangkan beragam teknologi, seperti peralatan pengangkat air, cara penyimpanan, pengangkutan, serta distribusi air. Bahkan, mereka berhasil menciptakan teknik pencarian sumber-sumber air, baik yang tersembunyi maupun sistem bawah tanah (qanat).

“Sedemikian besarnya kemajuan yang telah dicapai sehingga tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa pada abad ke-11 M hampir semua sungai, anak sungai, oasis, mata air, dan aquifer-aquifer yang diketahui ataupun banjir yang sudah diramalkan dapat dimanfaatkan peradaban Islam,” ujar Al-Hassan dan Hill.

Bukti kemajuan peradaban Islam di bidang pengairan juga sangat tampak dengan pesatnya pembangunan kanal. Dengan kanal-kanal itu, air dan sungai dialirkan ke daratan. Peradaban Islam juga telah mampu mengalirkan air ke kanal yang letaknya lebih tinggi. Pembangunan sarana irigasi dan kanal secara besar-besaran terjadi di era kekuasaan pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

Saat itu, masyarakat yang berada di wilayah tandus mengalami krisis air. Akibatnya, masyarakat di wilayah itu tak bisa menghasilkan apa pun karena lahannya yang kering. Bahkan, mereka selalu mengimpor makanan. Pemerintahan Abbasiyah akhirnya membuat aliran air dan sungai Tigris dan Efrat.

Sistem irigasi terus ditingkatkan dengan penggalian sejumlah kanal baru. Kanal terbesar dikenal dengan nama Nahr Isa. Saat itu, kanal tak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat, tetapi juga untuk transportasi air antara Syria dan Irak. Dengan begitu, roda perekonomian berputar semakin cepat dan negeri-negeri Muslim menjadi lebih makmur.

Teknisi-teknisi Muslim kemudian menyempurnakan kincir air yang dibangun cukup rumit dengan saluran air bawah tanah yang disebut qanat. Untuk pembangunan tersebut, dibutuhkan keterampilan yang tinggi karena posisinya berada 50 kaki di bawah tanah. Salah satu teknologi irigasi yang dikembangkan peradaban Islam bernama noria. Teknologi yang satu mi digunakan pada sistem irigasi buatan. Untuk memudahkan aliran air secara konstan, masyarakat Muslim menggunakan noria, dalam bahasa Arab naura, yakni sebuah mesin pengangkat air yang masuk ke saluran air kecil.

Ada tiga jenis noria yang dikembangkan para insinyur Muslim. Noria yang paling terkenal adalah noria dengan roda vertikal menggantung dengan ember berantai. Ember tersebut bisa masuk ke mata air hingga delapan meter atau 26 kaki. Itu merupakan noria yang paling kuno karena digerakkan keledai atau banteng. Dengan sistem yang masih sama, noria jenis kedua digerakkan angin. Angin menggerakkan noria di sekitar Cartagena, Spanyol. Noria jells ketiga menggunakan energi yang berasal dan aliran sungai. ini merupakan noria yang besar. Alat itu mampu mengangkat air dan sungai ke saluran air kecil yang lebih tinggi.

Noria tidak dilengkapi dengan power otomatis untuk setiap proses. Noria dapat meningkatkan air yang sebelumnya tidak penuh menjadi penuh. Noria terbesar di dunia dengan diameter sekitar 20 meter, berlokasi di Syria kota Hama. Sejak itu, noria menjadi dasar dan sistem irigasi canggih.

Penggunaan noria menyebar dengan cepat ke berbagai wilayah di dunia. Noria lalu menjadi aset negara untuk menjamin distribusi air yang adil. Di beberapa daerah di Valencia saja terdapat sekitar 8.000 noria untuk mengairi areal pertanian. Selain itu, alat lainnya bernama saqiya. Alat ini juga berfungsi untuk mengangkat air dengan menggunakan alat yang berupa roda gigi. Teknologi ini digerakkan oleh binatang peliharaan, sepeti keledai atau unta. Teknologi saqiya ditemukan dan dikembangkan Al-Jazari.

Teknologi pengairan lainnya yang berkembang di era Islam adalah qanat. Alat ini digunakan untuk memanfaatkan air bawah tanah dengan menggunakan pipa. Menurut Al-Hassan dan Hill, qanat merupakan contoh pertama operasi pertambangan yang rumit dan berbahaya. Qanat merupakan suatu terowongan yang nyaris horizontal dan sebuah aquifer (lapisan batu, tanah, atau pasir yang mengandung sumber air) menuju ke lokasi-lokasi yang membutuhkan air. Dengan teknologi pengangkat air itu, kebutuhan air tetap terpenuhi dalam berbagai musim. Dalam sistem pengelolaan air, peradaban Islam telah memberi inspirasi bagi manusia modern.

Manajemen Sistem Irigsi

Sebagai sumber kehidupan, air begitu penting bagi umat manusia. Tanpa air, kehidupan tak pernah ada di muka bumi ini. Kekhalifahan Islam berupaya mengelola dan mengatur distribusi air secara adil. Tata distribusi air, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk pertanian, diatur melalui manajemen sistem irigasi yang profesional.

Menurut Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill, manajemen sistem irigasi yang besar di era keemasan Islam melibatkan berbagai instansi dan lembaga. Sistem irigasi diawasi administrator departemen tenaga kerja, rekayasawan hidrolika, petugas inspeksi, buruh, dan tenaga kerja terlatih. Sebuah kerja tim yang bener-benar terkoordinasi dengan baik.

“Alokasi air untuk para petani dilakukan dengan dua cara,” papar Al-Hassan dan Hill. Cara pertama berdasarkan waktu. Saluran yang berasal dan kanal menuju lading-ladang ditutup dengan tanah padat. Ketika tiba gilirannya untuk mendapatkan air, bendungan kecil itu dibuka dan air dibiarkan mengalir ke tanah yang sedang mendapatkan giliran. Setelah waktunya habis, saluran ditutup kembali.

Alternatif kedua, dengan menutup lubang berdiameter tertentu. Dengan demikian, air tetap tersedia secara kontinyu, tetapi bervariasi dalam kecepatan sesuai laju aliran dan kanal yang mengairinya. Mengelola dan mengawasi distribusi memang tugas berat. Sampai-sampai, otoritas sistem irigasi Sungai Murghab di Tashkent memiliki petugas sebanyak seribu orang.

Begitulah, tata air dikelola secara profesional dan adil. Sehingga, semua petani dan masyarakat mendapatkan air secara sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafadhal,,,uktub yang shalih