Banyak kisah yang lahir dari sebuah perjalanan panjang. Demikian pula, dengan perjalanan yang dilakoni cendekiawan muslim, Ibnu Jubair. Banyak hal yang dikisahkan cendekiawan kelahiran Valensia, Spanyol, itu saat meniti perjalanan dari spanyol ke Irak dan kembali lagi ke Spanyol melalui Sisilia.
Rihla Ibn Jubair atau The Travels Of Ibn Jubair merupakan sebuah karya yang merangkum kisah perjalanan itu. Karya tersebut sangat berarti sebab berisi pengamatan Jubair tentang kondisi Muslim di Barat dan Timur. Pun, saat kekuasaan pemerintahan Islam mulai mengalami kemunduran.
Jubair mengisahkan pula kenyataan pahit yang ternyata harus ia alami di tanah kelahirannya sendiri,Valensia. Ia menuturkan,Valensia di ambang penaklukan oleh kekuatan Raja James I dari
Sebelumnya, Jubair juga menikmati kemunduran itu saat singgah di Sisilia. Ia merasakan kekuasaan Islam yang sebelumnya begitu luas di Seantero Eropa, berada di batas akhir. Namun memang, tak hanya pemandangan pilu yang ia alami dalam perjalanannya.Tapi, ia juga merasakan kebanggaan yang membuncah saat melihat kemajuan-kemajuan Islam.
Pada musim semi 1183, Jubair tiba di
Jubai r menggambarkan Damaskus sebagai salah satu
Dalam bukunya, Jubair menuturkan tentang apa yang dilakukan oleh tentara Salib yang dipimpin Raja Baldwin IV. Pimpinan itu melakukan pungutan yang begitu mencekik umat Muslim. Menurut Jubair, saat penguasa kafir biasanya memungut satu dinar dari Muslim.
Menurut Jubair, tak ada sosok dari kaum Frank yang lebih arogan dibandingkan
Kunjungan Jubair di Silsilia berakhir kurang dari empat bulan. Ia menyambangi komunitas Muslim yang berada di sepanjang pantai utara antara
Di Messina, Jubair bertemu dengan seorang pejabat tinggi kerajaan yang memilih untuk melindungi dirinya, dengan menyembunyikan keimanannya sebagai seorang Muslim.
Namun, ungkap Jubair, Hagar menyesali kondisinya sendiri yang tak mampu berbuat banyak untuk Islam. Bahkan, Hagar menyatakan, mengapa dirinya tak pernah menjadi budak yang dijual ke Negara-negara Muslim. Menurut Jubair, ini menandakan sangat buruknya kondisi komunitas Muslim saat itu.
Ibn al-Hagar bercerita kepada Jubair bahwa ia adalah salah satu bangsawan, yang telah mewarisi kekayaan dari ayahnya yang juga bangsawan. Ia merupakan seorang Muslim yang baik. Ia menebus tawanan dan memberikan sumbangan kepada orang-orang miskin dan peziarah sehingga seluruh
Namun, al-Hagar telah kehilangan segalanya, semua orang berpihak pada tiran melalui intrik. Dia dipenjarakan di rumahnya, semua istana miliknya disita, juga harta benda warisan dari nenk moyangnya. Ia bercerita kepada Jubair bahwa ia hanya ingin menjual apa yang tersisa, kemudian pergi ke wilayah yang dikuasai Muslim.
Ibn Jubair menggambarkan suasan duka saat para peziarah berpisah dengan al-Hagar. Pada saat itu, terlihat Ibn al-Hagar menangis sedih dan membuat para peziarah ikut menangis. Dia juga menggambarkan karakter Ibn al-Hagar yang baik, amal salehnya kepada sesame manusia, serta keindahan pribadi dan jiwanya.
Di sisi lain, Jubair juga menggambarkan situasi kontras lain yang dialami Muslim Palermo. Muslim memiliki banyak masjid dan pengajar Alquran, mereka juga diizinkan mengumandangkan azan. Pun, mereka bebas berdagang serta memiliki hakimnya sendiri untuk menyelesaikan sengketa hokum yang mereka alami.
Bagaimanapun, ungkap Jubair, posisi Muslim sangat rentan. Sebab, mereka bergantung pada perlindungan kerajaan atau para bangsawan. Mereka juga harus menghadapi risiko antipati dari orang-orang Latin. Orang tua yang Muslim, menghadapi banyak kendala untuk mencegah anak-anaknya berpindah keyakinan dengan memluk Kristen.
Muslim yang ingin mendapatkan posisi di pemerintahan, ungkap Jubair, mesti mengubah atau menyembunyikan identitasnya sebagai Muslim. Pada masa itu, ia melihat ketegangan yang nyata antara Muslim dan pemeluk Kristen. Ia merasa sedih melihat kondisi yang memprihatinkan itu.
Kisah Tujuh Cangkir Anggur
Kisah tujuh cangkir anggur menjadi awal perjalanan panjang Ibnu Jubair. Semua berawal pada saat ia menjabat sebagai sekretaris pemerintahan
Di bawah paksaan, Jubair akhirnya meneguk air itu.
Menurut laman Muslimheritage, meski perbuatan itu bukan atas kehendaknya sendiri, Jubair merasa itu merupakan sebuah perbuatan yang melanggar keyakinan yang dianutnya, Islam. Untuk menebus kesalahannya, meski dilakukan dengan terpaksa, ia memutuskan berhaji ke Tanah Suci.
Jubair meninggalkan
Mercusuar tersebut dibangun sebagai panduan atau petunjuk bagi para pelaut. Sebab, tanpa mercusuar, para pelaut sulit menemukan jalan yang benar menuju
Hal lain yang memikat hati Jubair adalah bertebarannya madrasah dan asrama yang didirikan oleh Sultan Salahddin al-Ayyubi. Bangunan-banginan itu digunakan untuk para pelajar dari wilayah tersebut dan yang berasal dari luar negeri.
Bangunan lainnya adalah tempat pemandian dan rumah sakit. Jubair terkesan pula dengan banyaknya bangunan masjid di
Di Silsilia, di bagian paling akhir tahap-tahap perjalanannya, Jubair mengisahkan pengalamannya mlihat aktivitas gunung berapi, yaitu Gunung Stromboli. Saat malam, api berwarna merah muncul di gunung dan melemparkan lidah apinya ke udara.
Ledakan berapi dari kawah gunung sering kali mapu melemparkan batu besar ke atas. Ini merupakan momen yang dianggap Jubair sebagai hal yang luar biasa. Ia singgah pula di
Raja menjelajahi
Pada April 1185, Jubair kembali ke
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tafadhal,,,uktub yang shalih