Sejarah mencatat, Islam masuk ke Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), yang dibawa oleh salah seorang panglima Muslim, Saad bin Abi Waqqash RA, di masa Khalifah Utsman bin Affan RA. Menurut Chen Yuen, dalam karyanya, A Brief Study of the Introduction of Islam to China, masuknya Islam ke Cina sekitar tahun 30 H atau sekitar 651 M. Ketika itu, Cina diperintah oleh Kaisar Yong Hui (ada pula yang menyebut nama Yung Wei). Data masuknya Islam ke Cina ini dipertegas lagi oleh Ibrahim Tien Ying Ma dalam bukunya, Muslims in China (Perkembangan Islam di Tiongkok). Buku ini secara lengkap mengupas sejarah perkembangan Islam di Cina sejak awal masuk birigga tahun 1980-an.
Sebelumnya, banyak hikayat yang berkembng mengenai masuknya Islam ke Negeri Tirai Bambu ini. Namun, semua hikayat itu menceritakan adanya satu tokoh utama di balik penyebaran agama Islam di Cina, yaitu Saad bin Abi Waqqash.
Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa sahabat
Rasulullah SAW yang hijrah ke al-Habasha Abyssinia (
Para sahabat yang hijrah ke
Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Saad bin Abi Waqqash dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethiopia pada 616 M. Setelah sampai di Cina, Saad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi Guangzkou membawa Kitab Suci Alquran.
Utusan Khalifah Utsman itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yong Hui dan Dinasti Tang. Kaisar Yong Hui menghargai ajaran Islam dan menganggap ajaran Islam punya kesamaan dengan ajaran Konfusionisme. Untuk menunjukkan kekagumannya terhadap Islam, kaisar mengizinkan berdirinya masjid pertama di Chang-an (Kanton). Masjid itu bernama Huaisheng atau Masjid Memorial. Menurut versi Ibrahim Tien Ying Ma, masjid itu diberi nama Kwang Tah Se, yang berarti menara Cemerlang, dan dibangun oleh Yusuf. Sedangkan, masjid lainnya yang dibangun di sini adalah Chee Lin Se, yang berarti masjid dengan tanduk satu. Kedua masjid itu masih tetap berdiri hingga saat ini setelah 14 abad.
Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.
Masa kejayaan Islam di Cina terjadi pada masa Dinasti Ming (1368-1644 M). Dalam bahasa Cina, Ming berarti gilang-gemilang (Arab: Munawwarah). Dinasti Ming berdiri setelah berhasil menaklukkan Dinasti Yuan yang berkuasa sejak tahun 1279-1368 M. Pimpinan pemberontakan Dinasti Yuan dipimpin oleh Jenderal Kok Tze Hin, seorang panglima Muslim. Kok Tze Hin kemudian menyerahkan pimpinan pasukan revolusi kepada menantunya, Chu Yuan Chang (Emperor Chu). Ia berhasil merebut Kota Nanking beserta wilayah selatan Yang Tze King, dan bagian utara ibu
Pada dinasti Ming inilah, Islam berkembang sangat pesat di Cina. Umat Muslim pun mendominasi kegiatan ekspor dan impor. Kantor direktur pelayaran secara konstan dipegang oleh Muslim selama periode ini. Pada masa Dinasti Ming, umat Islam secara penuh berintegrasi (berbaur) dengan masyarakat Han. Sebagian di antara mereka mengadopsi nama Muslim. Termasuk, berbusana Muslim dan cara makan ala Islam.
Pada awal permulaan dan Dinasti Ming (13 68- 1644 M), Islam telah tumbuh di Cina selama 700 tahun. Sebelum masa ini, Muslim mempertahankan perbedaan-sebagai pihak asing yang menunjukkan budaya, bahasa, dan tradisi yang berbeda dan tidak bisa terintegrasi secara penuh dengan masyarakan Han. Namun di bawah Dinasti Ming, Muslim terintegrasi secara penuh pada masyarakat Han. Di antaranya, perubahan nama yang mulai menggunakan nama Islam kendati dalam bahasa Cina.
Kebanyakan Muslim yang menikahi perempuan Han mengikuti nama istrinya. Lainnya, menggunakan nama marga Cina seperti Mo, Mai, dan Mu yang diadposi para pemilik nama Muhammad, Mustafa, dan Masoud, Yang tidak bisa menemukan nama yang mirip dengan nama aslinya menggunakan nama yang digabungkan seperti Ha untuk Hasan, Hu untuk Husein, dan Sai untuk Said.
Begitu juga dengan nama Islam, orang Cina menyebutnya, Yisilan Jiabao, yang berarti ‘agama yang murni’. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran ‘Buddha Ma-hia-wu’ (Nabi Muhammad SAW).
Negeri
Sejuta Pengetahuan
Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina,” begitu kata petuah Arab. Jauh sebelum ajaran islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban. Qalam dunia-perdagangan, penduduk Cina dikenal sebagai masyarakat yang sangat pandai. Karena itu, di beberapa negara di dunia, penduduk Cina turut meramaikan perekonomian sebuah negara. Dan, Kota Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di Cina.
Tak bisa dimungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya, ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 M.
Saat Dinasti Tang berkuasa, masyarakat Cina sudah mengenal uang kertas. Mereka melakukan peredaran atau pertukaran uang kertas bersama dengan kekaisaran Romawi dan
Dalam perkembangannya kemudian, masyarakat Cina juga sudah bisa membuat uang kertas. Bahkan, Marco Polo (1254-1324 M) ketika berkunjung ke Cina, tercengang melihat kemajuan yang dialami Cina. Marco Polo menyebutkan, dalam beberapa lawatannya ke berbagai negara, orang menggunakan uang emas den perak sebagai alat bayar dan pertukaran barang, bukan kertas. Ia kemudian menyelidiki cara pembuatanya.
Dan, salah satu
Setelah siap, lalu dipotong-potong menurut berbagai ukuran dalam bentuk persegi empat panjang. Ukuran terkecil untuk nilai setengah tornesel, dan ukuran bekutnya senilai groat perak, yakni mata uang Venesia (Italia). Dan, selanjutnya menjadi nilai satu, dua, tiga sampai sepuluh mata uang emas.
Masjid Pertama di Cina
Menurut Ibrahim Tien Ying Ma, masjid pertama kali yang dibangun di Cina adalah Masjid Kwang Tah Se. Kwang Tah Se berarti masjid dengan Menara Cemerlang, di daerah Chang-an (Kanton). Dinamakan demikian karena menara masjidnya merupakan bangunan terbaik ketika itu. Dan, ketika malam hari cahayanya sangat terang.
Dalam isi lain disebutkan, masjid itu bernama Huaisheng, atau Masjid Memoria. Konon, Masjid Kwang Tah Se dibangun oleh seorang sahabat Saad bin Abi Waqqash yang bernama Yusuf. Pendirian masjid ini diizinkan oleh kaisar yang berkuasa ketika Dinasti Tang, yaitu Kaisar Yong Hui (Yung Wei).
Ibrahim menyatakan, menara Masjid Kwang Tah Se di Kanton itu, selain dipakai untuk memanggil orang shalat (adzan), juga dipakai sebagai mercusuar oleh kapal-kapal yang berlayar memasuki Kanton. Sedangkan, jentera pada puncak atapnya dipergunakan untuk menunjukkan arah mata angin Profesor SM Fatimi, guru besar di Universitas Malaya, mengungkapkan, masjid dengan Menara Cemerlang di Kanton itu pembangunannya meniru masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullab SAW, yaitu Masjid Quba. Pernyataan ini juga dikukuhkan oleh Senator AD Alonto, yang juga melakukan penelitian tentang masjid tersebut.
Sedangkan, masjid lainnya yang dibangun di Kanton adalah Chee Lin Se, yang berarti masjid dengan Tanduk Satu. Masjid itu masih tetap berdiri hingga saat ini setelah 14 abad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tafadhal,,,uktub yang shalih