Bergembiralah wahai pengikuit Alquran
Burung-burung kemujuran kini berkicau
Bersuluhlah dengan sinar keindahan
Mengungguli semua yang indah tiada bandingan
Ya Rasulullah, selamat datang ahlan wa sahlan
Sungguh kami beruntung dengan kehadirabmu
Semoga Engkau memberi nikmat karunia-Mu
Mengantarkan kami ke tujuan idaman
Tunjukilah kami jalan yang ia tempuh
Agar dengannya kami bahagia
Dan memperoleh kebaikan yang melimpah
Tuhanku, demi mulia kedudukannya di sisi-Mu
Tempatkanlah kami sebaik-baiknya di sisinya
Semoga shalawat Allah meliputi selalu
Rasul paling mulia, Muhammad.
Kalimat di atas merupakan sepenggal dari untaian kata-kata puitis dalam Maulid Habsyi yang dilantunkan ketika memperingati maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW. Kalimat puitis ini sebenarnya bersumber dari kitab berjudul Simthud Durar fii Akhbaar Maulid Khairil Basyar wa Maa Lahu min Akhlaaq wa Aushaaf wa Siyar (Untaian Mutira Kisah Kelahiran Manusia Utama, Akhlak, Sifat, dan Riwayat Hidupnya).
Sesuai dengan judulnya, kitab ini berisikan kisah kelahiran Rasulullah SAW. Kitab ini disusun oleh Al-Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi. Merujuk kepada nama sang penulis, masyarakat Islam di berbagai penjuru dunia lebih mengenal kalimat dengan syair-syair indah tersebut sebagai Maulid Habsyi. Hingga kini, syair-syair Maulid Habsyi sering dilantunkan oleh umat Islam di banyak negara ketika memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW
Bayangan Rasulullah
Siapa Al-Habib Al-Imam A1-Allamah Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi?
Sejumlah sumber sejarah menyebutkan, pengarang syair-syair indah yang terangkum dalam Maulid Habsyi itu dilahirkan pada hari jumat, 24 Syawal 1259 H (1839), di Kota Qasam, Hadramaut. Beliau dibesarkan langsung dalam tuntunan dan pengawasan kedua orangtuanya. Ayahnya seorang ulama besar bernama Al-Imam Al-Arif Billah Muhammad bin Husain bin Abdullah Al-Habsyi. Ibunya, Syarifah Alawiyah binti Husain bin Ahmad Al-Hadi Al-Jufri, dikenal sebagai seprang wanita saleh dan amat bijaksana.
Sejak usia muda, Al-Habib Ali telah mempelajari dan mengkhatamkan Alquran. Beliau juga menguasai ilmu zahir dan batin jauh sebelum waktunya. Ilmu ini beliau peroleh dalam dalam jangka waktu lebih cepat dari yang biasa dibutuhkan oleh orang-orang lain untuk menguasainya. Oleh sebab itu, sang guru mengizinkan Al-Habib Ali untuk berceramah di majelis-majelis pengajian di hadapan khalayak ramai. Kesempatan berceramah di banyak majelis pengajian itu membuatnya menjadi pusat perhatian dan kekaguman serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap orang.
Dari situlah, kemudian banyak orang yang belajar kepadanya. Untuk menampung murid-murid yang datang ke majelisnya, Al-Habib Ali membangun Masjid Riyadh di Kota Seiwun, Hadramaut. Tidak itu saja. Al- Habib Ali Juga membangun pondok dan asrama untuk menampung orang-orang yang ingin belajar kepadanya, lengkap dengan pelbagai sarana kebutuhan lainnya, termasuk makan dan minum.
Di mata muridnya, Al-Habib Ali merupakan sosok bayangan Rasulullah. Perilakunya dihiasi dengan meniru akhlak leluhurnya. Beliau seorang dermawan yang terkenal. Dari masyarakat awam hingga tokoh-tokoh terkemuka mengakui kewibawaan Al-Habib Ali. Setiap kali ada masalah sulit, beliau tampil ke depan untuk menyelesaikannya.
Sepeninggal beliau, banyak muridnya yang menjadi ulama besar dan meneruskan dakwahnya. Murid-muridnya bukan hanya di daerah Hadramaut, tetapi tersebar luas di beberapa negeri lainnya—di Afrika dan Asia, termasuk di Indonesia. Di tempat-tempat itu, mereka mendirikan pusat-pusat dakwah dan penyiaran agama. Mereka sendiri menjadi perintis dan pejuang yang gigih sehingga mendapat tempat terhormat dan disegani di kalangan masyarakat setempat.
Banyak sekali ucapan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi yang telah dicatat dan dibukukan. Di samping tulisan-tulisannya yang berupa pesan-pesan atau surat-menyurat dengan para ulama di masa hidupnya, sebagian lainnya berupa tulisan-tulisan kepada keluarga dan sanak kerabat, kawan-kawan, serta murid-muridnya. Tulisan-tulisan tersebut merupakan perbendaharaan ilmu dan hikmah yang tiada habisnya.
Di antara karangannya yang sangat terkenal dan dibaca pada berbagai kesempatan, termasuk kota-kota di Indonesia, terdapat risalah kecil yang berisi kisah Maulid Nabi Muhammad SAW dan diberinya judul Simtud Duror Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar. Selain itu, beliau juga menyusun doa yang biasa dibaca usai shalat Tarawih, “Ya, Allah, bagaimana mungkin kami terangkan kepada-Mu sesuatu yang Engkau lebih mengetahuinya dari kami. Atau, kami persembahkan kepada-Mu sesuatu yang memang tidak kami miliki.”
Dalam sebuah riwayat, dikisahkan bahwa Al-Habib Ali berwasiat kepada seorang pecintanya yang bernama Ahmad bin Ali bin Abdillah Makarim. Al-Habib berkata, “Cabutlah ketajaman dari sarung pedang tabiatmu yang membelah akar cinta dari asalnya. Taburilah tanah dengan benih pohon-pohon kezuhudan hingga menghasilkan qurb (kedekatan) kepada Allah. air telaga dan celah wishal (persatuan dengan Allah). dan pengetahuan pada puncak tujuan.”
Al-Habib Ali rneninggal dunia pada Ahad, 20 Rabiul Akhir 1333 H (1913 M), di Seiwun, Hadramaut. Ia meninggalkan beberapa orang putra. Al-Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi, pendiri Masjid Riyadh di Kota Solo, adalah salah seorang putranya. Al-Habib Alwi merupakan putra bungsu Al-Habib Ali.
Seperti halnya Al-Habib Ali, putra bungsunya ini juga dikenal sebagai pribadi yang amat luhur budi pekertinya, lemah lembut, sopan santun, serta ramah tamah terhadap siapa pun, terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu, dan sebagainya. Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tamu dan berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian dan pertemuan-pertemuan keagamaan. Al-Habib Alwi meninggal dunia di Kota Palembang pada 20 Rabiul Awal 1373 H dan dimakamkan di Kota Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tafadhal,,,uktub yang shalih