MAROKO, Gerbang Islam Menuju Eropa

Orang Arab menyebutnya Al-Mamlaka A1-Maghribiya atau Kerajaan Barat. Para ahli sejarah dan geografi Muslim di era kekhalifahan Islam menjulukinya Al-Maghrib Al-Aqsa. Sedangkan orang Turki memanggilnya Fez. Orang Persia mengenalnya Marrakech (Tanah Tuhan). Beragam nama itu disandang negara yang kini dikenal dengan nama Maroko.

Maroko adalah negeri yang memiliki peran penting dalam sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Afrika Utara. Yang tak kalah pentingnya, negeri berjuluk ‘Tanah Tuhan’ itu merupakan pintu gerbang masuknya Islam ke Spanyol, Eropa. Dari Maroko inilah Panglima tenrara Muslim, Tariq bin Ziyad menaklukan Andalusia dan mengibarkan bendera Islam di daratan Eropa.

Syahdan, Kerajaan Islam di Afrika Utara itu sudah mulai didiami manusia sejak zaman Neolitik - kurang lebih 8000 tahun SM. Salah satu bukti peninggalan Neolitik di wilayah itu ditemukannya budaya Kapsian. Pada masa klasik, wilayah Maroko dikenal dengan sebutan Mauretania. Nama itu sama sekali tak berhubungan dengan Mauritania - negara di era modern.

Akhir periode klasik, Maroko sempat dikuasai Kekaisaran Romawi. Namun, di abad kelima, Maroko beralih ke tangan Vandals, Visigoth, dan Imperium Bizantium - seiring pudarnya kekuasaan Romawi. Pada masa itu, wiiayah pegunungan tinggi yag menjadi bagian Maroko modern masih belum ditundukkan dan masih berada di tangah bangsa Barbar.

Maroko memasuki babak baru setelah Islam menancapkan benderanya di wilayah Afrika Utara. Ajaran Islam tiba di Maroko pada 683 M. Adalah pasukan yang dipimpin Uqba Ibnu Nafi — seorang jenderal dari Dinasti Umayyah yang kali pertama membawa ajaran Islam ke wilayah itu. Islam benar-benar menguasai Maroko pada tahun 670 M.

Namun, ada pula yang menyebutkan ekspansi Islam ke Maroko dimulai ketika negeri itu ditaklukan pasukan pimpinan Musa bin Nusair pada masa Al-Walid I bin Abdul Malik (705 M - 715 M) - khalifah keenam Dinasti Umayyah. Pada saat itu, pasukan tentara Islam menyebut wiiayah itu dengan nama Maghreb Al-Aqsa atau Far West.

Setelah Maroko jatuh ke dalam genggaman Dinasti Umayyah, Musa bin Nusair mengangkat Tariq bin Ziyad untuk memerintah Maroko. Dari wilayah itulah, Tariq bin Ziyad menyeberangi selat antara Maroko dan Eropa menuju ke gunung yang dikenal dengan Jabal Tariq (Gibraltar). Maroko menjadi wilayah penyangga bagi umat Islam untuk melakukan ekspansi ke daratan Spanyol, Eropa.

Tak mudah bagi pasukan tentara Muslim untuk menundukkan negeri di kawasan Afrika Utara itu. Tak kurang dari 53 tahun waktu yang dilalui para tentara Muslim untuk menjadikan Maroko bagian dari kekuasaan Islam. Butuh waktu satu abad bagi umat Islam untuk berasimilasi dengan bangsa barbar yang mendiami wilayah Maroko.

Maroko modern pada abad ke7 M merupakan sebuah wilayah barbar yang dipengaruhi Arab. Bangsa Arab yang datang ke Maroko membawa adat, kebudayaan dan ajaran Islam. Sejak itu, bangsa barbar pun banyak yang memeluk ajaran Islam. Ketika kekuasaan Dinasti Umayyah digulingkan Dinasti Abbasiyah, Maroko pun menjadi wilayah kekuasaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad.

Perubahan kekuasaan itu memicu munculnya dinasti-dinasti kecil di wilayah itu. Pada 172 H/789 M, berdirilah Kerajaan Idrisid - dinasti Syiah pertama - yang didirikan Idris I bin Abdullah seorang keturunan Ali bin Abi Thalib. Padahal, Abbasiyah adalah dinasti yang bercorak Suni. Lima tahun memimpin, Idris I terbunuh. Ia digantikan Idris II.

Pada masa kekuasaan Idris II, Dinasti Idrisid melepaskan diri dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Damaskus. Dinasti ini meraih kemajuan yang pesat sebagai pusat belajar ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Pusat pemerintahan pun dipindahkan dari Walila ke Fez. Dinasti ini hanya mampu bertahan hingga 364 H/974 M.

Sepeninggal Idris II, penggantinya kebanyakan lemah, kecuali Yahya bin Muhammad dan Yahya IV. Dinasti Idrisid mencapai masa keemasannya di bawah kekuasaan Yahya IV. Setelah Dinasti Idrisid tumbang, bangsa Arab mulai kehilangan pengaruh politiknya di wilayah Maroko.

Kekuasaan pun kemudian diambil alih Dinasti Fatimiah yang beraliran Syiah. Dinasti yang berbasis di Kairo, Mesir itu menguasai Maroko sampai tahun 1171 M. Ketika Dinasti Fatimiah kehilangan kendali atas Maroko, maka muncullah Dinasti Al-Murabitun yang berpusat di Marrakech. Kekuasaannya meliputi Gunung Sahara, Afrika barat laut, dan Spanyol.

Dinasti ini memiliki peran yang begitu besar pada masa kepemimpinan Ibnu Tasyfin. Ia mengirimkan 100 kapal, 7.000 tentara berkuda serta 20 ribu tentara ketika diminta Mu’tad bin Ibad, raja Sevilla untuk melawan tentara Kristen yang ingin melenyapkan Islam dari Eropa. Dalam peperangan itu, tentara Islam menang dengan gemilang. Berkat jasa Ibnu Tasyfindan pasukannya, Islam bisa berjaya di Spanyol selama empat abad lamanya. Setelah kekuasaan Murabitun jatuh, Maroko menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Al-Muwahhidun (1121 M - 1269 M).

Pada masa kepemimpinan Abu Ya’kub Yusuf bin Abdul Mu’min (1163 M - 1184 M), kota Marrakech menjadi salah satu pusat peradaban Islam dalam bidang sains, sastra, dan menjadi pelindung kaum Muslimin untuk mempertahankan Islam dari serangan dan ambisi Kristen Spanyol. Dinasti ini juga ikut membantu Salahudin Al-Ayubi melawan tentara Kristen dalam Perang Salib.

Pascaruntuhnya kekuasaan Dinasti Al-Muwahhidun, Maroko dikuasai beberapa dinasti seperti; Dinasti Marrin, Dinasti Wattasi (1420 M - 1554 M), Syarifiyah Alawiyah (1666 M), Abdul Qadir Al-Jazairy (1844 M), dan Sultan Hasan 1(1873 M -.1894 M).

Secara geografis, Maroko berbatasan dengan Aljazair di bagian timur dan tenggara, Sahara Barat di barat daya, Samudera Atlantik di barat, dan Selat Gibraltar di utara.



Negeri Pertama

yang Akui Kemerdekaan AS

Sekitar tahun 1786 M, Sultan Muhammad III - Sultan Maroko - telah menjalin kerja sama dengan pemimpin Amerika Serikat (AS) yakni Jhon Adams (Presiden AS kedua) dan Thomas Jefferson (Presiden AS ketiga). Saat itu, Maroko tengah menghadapi agresi dari Spanyol dan Kerajaan Usmani Turki yang mulai mendekati wilayah Barat.

Kesultanan Maroko mampu mempertahankan posisinya, meski wilayah kekuasaannya semakin menyempit. Maroko pada era itu masih tercatat sebagai negeri yang relatif kaya-raya. Pada 1684 M, Prancis behasil menaklukan dan menguasai Tangier - salah satu kota di Maroko. Di kota itulah Ibnu Battuta lahir dan mengawali ekspedisinya.

Maroko ternyata merupakan negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan AS pada 1777 M. Di awal Revolusi Amerika, kapal yang ditumpangi saudagar dari Amerika diserang perompak barbar ketika tengah berlayar di Samudera Atlantik. Ketika itu, utusan Amerika meminta bantuan kepada penguasa Eropa, namun ditolak.

Pada 20 Desember 1777 M, Sultan Maroko Muhammad III menyatakan, kapal saudagar dari Amerika itu berada di bawah perlindungan kesultanan. Atas jaminan itu, para saudagar dari Amerika itu lolos dan selamat dari serangan para perompak barbar. Persahabatan bersejarah antara Maroko dan AS itu hingga kini masih tetap terjalin.

Konsulat AS di kota Tangier, Maroko, tercatat sebagai milik pertama Pemerintah AS di luar negeri. Kini bangunan konsulat AS pertama di dunia itu telah berubah menjadi Museum Kedutaan Amerika di Tangier.



MARRAKECH

Simbol Kejayaan Maroko

Marrakech. Inilah kota yang fantastis yang menjadi simbol Maroko. Orang Barat menyebutnya Marrakesh dan literatur di Indonesia menamainya Marrakus. Kota ini dibangun pada pada 1062 M oleh Yusuf bin Tasyfin atau Ibnu Tasyfin dari Dinasti Murabitun. Dinasti ini menguasai Maroko setelah kekuasaan Dinasti Fatimiah di negeri itu tumbang.

Kota itu merupakan terbesar kedua di Maroko setelah Casablanca. Penguasa Dinasti Murabitun memilih Marakech sebagai pusat pemerintahannya yang jauh dari gunung dan sungai. Marrakech dipilih karena berada di kawasan yang netral di antara dua suku yang bersaing untuk meraih kehormatan untuk menjadi tuan rumah di ibu kota baru itu.

Selama berabad-abad, Marrakech sangat dikenal dengan sebutan ‘seven saint’ atau tujuh orang suci. Ketika sufisme begitu populer semasa kekuasaan Moulay Ismail, di Marrakech sering diadakan festival ‘seven saints’. Pada 1147 M, Marrakech diambil alih Dinasti Muwahhidun. Pada masa itu, bangunan penduduk dan ibadah dihancurkan.

Namun, Dinasti itu kembali merekonstruksi seluruh bangunan termasuk pembangunan Masjid Koutoubia dan Menara Gardens - keduanya menjadi landmark kota Marrakech hingga saat ini. Pada 1269 M, Marrakech diambil alih Dinasti Marrin dan ibu kota dipindah ke Fez. Dinasti ini sempat mengalami kemunduran pada tahun 1274 M hingga 1522 M.

Mulai tahun 1522 M, Saadians mengambil alih kekuasaan Marrakech. Kota Marrakech yang berubah miskin itu kembali bergairah setelah dijadikan ibu kota Maroko selatan. Pada akhir abad ke-16 M, Marrakech kembali mencapai kejayaannya. Secara budaya dan ekonomi, Marrakech menjadi kota terkemuka dan terdepan di Maroko. Saat itu, jumlah penduduknya mencapai 60 ribu orang.

Pada 1669, Marrakech dikuasai sultan Maroko dan ibu kota kembali pindah ke Fez. Pada pertengahan abad ke18, Marrakech kembali dibangun Sultan Muhammad III. Pada awal abad ke-20, Prancis banyak membangun bangunan bergaya Prancis. Ketika Maroko meraih kemerdekaan pada 1956, ibukota kerajaan berpindah ke Rabat.

Kini, Marrakech menjadi salah satu kota budaya yang dilindungi Unesco. Di kota itu banyak berdiri masjid serta madrasah peninggalan masa kejayaan Islam antara lain; Masjid Koutoubia, Madrasah Ben Youssef, Masji Casbah, Masjid Mansouria, Masjid Bab Doukkala, Masjid Mouassine, serta banyak lagi yang lainnya.

Di kota ini juga banyak ditemukan bangunan istana peninggalan kejayaan Islam seperti Istana El Badi, Royal Palace, Istana Bahia serta lainnya. Di Marrakech juga banyak sentra kerajinan tangan. Sebagai kota tua yang dijadikan obyek wisata, Marrakech juga banyak memiliki museum seperti; Museum Dar Si Saâd, Museum Marrakech, Museum Bert Flint, Museum Islamic Art, dan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafadhal,,,uktub yang shalih