AL-JAHIZ Mengurai Seleksi Alam

Setelah meniti jalan panjang, Abu Uthman Amr ibn Bahr al-Kinani al-Fuqaimi al-Basri menuliskan karya monumentalnya. Cendekiawan Muslim ysng lebih dikenal sebagai Al-Jahiz itu membuahkan karya, Kitab al-Hayawin atau Book of Animals.


Karya ini tercipta bukan dari sebuah ruang kosong. Al-Jahiz sejak awal memiliki ketertarikan dengan ilmu pengetahuan, termasuk kajian Alquran, hadis dan filsafat. Saat belia, ia sering pula berdiskusi tentang ilmu dengan sebayanya, di masjid yang ada di Basra.


Masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah, saat Al-Jahiz hidup dan ketika kebebasan berpikir mendapat ruang yang luas, memantik perkembangan pemikirannya secara gemilang. Lalu, lahirlah buku yang kemudian menjadi buah bibir dan menjadi rujukan ilmuwan berikutnya. Termasuk, para ilmuwan Barat.


Al-Jahiz, yang hidup pada abad kesembilan, berbicara tentang ihwal evolusi dan seleksi alam. Ia mengurai dampak dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan fisik hewan. Pun, pengaruh lingkungan terhadap kemampuan hewan bertahan.


Al-Jahiz memberikan gambaran yang benar-benar ilmiah dalam bukunya itu. Ini terlihat dari langkahnya melakukan klasifikasi terhadap sejumlah hewan. Pengklasifikasian diawali dengan jenis hewan yang paling sederhana hingga yang paling kompleks.


Pada saat yang sama, memasukkan hewan-hewan yang dipelajari ke kelompok-kelompok yang memiliki kesamaan. Lalu, kelompok ini dibagi kembali menjadi subkelompok. Langkah ini memang sengaja ia lakukan, untuk melacak unit paling utama pada spesies yang ia amati.


Paling tidak, sebagai cendekiawan yang mejelaskan tentang zoology dan antropologi, dari pengamatan dan pengklasifikasian itu, ia menemukan dan mengakui adanya dampak lingkungan pada kehidupan hewan. Ia pun mengamati tentang trnsformasi atau peubahan pada spiesis hewan.


Pada bagian-bagian bukunya itu pula, ia menjelaskan perjuangan sebuah spesies untuk mempertahankan eksistensi atau keberadaannya. Dalam konteksini, Al-Jahiz menjelaskan tiga mekanisme yang terjadi dalam sebuah evolusi.


Yaitu, perjuangan untuk mempertahankan eksistensi, trsnsformsi masing-masing sepsis, dan factor-faktor lingkungan. Menurut Al-Jahiz, perjuangan untuk bertahan merupakan mekanisme yang sangat penting bagi sebuah eksistensi hewn untuk menjaga eksistensinya.


Al-Jahiz menyatakan pula ada seleksi alam yang berkonstribusi dalam upaya nenpertahankan eksistensi ini. Ini berlaku seiring dengan hasrat bawaan untuk mempertahankan dan memelihara ego. Menurut dia, sebuah dorongan alami untuk berperang.


Teori Al-Jahiz mengenai perjuangan untuk bertahan hidup, ia kaitkan dengan pengamatannya mengenai tingkat kematian berbeda. Sedikitnya jumlah kematian pada suatu spesies menunjukkan kemampuan mereka dalam beradaptasi.


Dalam pandangan A-Jahiz, berjuang untuk bertahan merupakan sebuah hukum yang mengagumkannya. Tuhan menyediakan makanan bagi sejumlah tubuh yang berasal dari kematian tubuh lainnya. Ia mencotohkan, bagaimana tikus mencari makanan dan mempertahankan eksistensinya.


Tikus bergerak keluar dari sarangnya untuk mendapatkan dan mengumpulkan makanan. Tikus itu memangsa hewan-hewan yang lebih lemah, seperti hewan-hewan dan burung kecil. Di sisi lain, tikus ini menempatkan anak-anaknya yang masih kecil ditempat terlindung.


Diantaranya, di saluran-saluran bawah tanah. Tujuannya, agar anak-anaknya aman dari ancaman hewan lain yang mungkin akan memangsanya, yaitu ular. Sebab, tikus merupakan mangsa yang sangat digemari ular.


Ular juga merupakan sasaran empuk untuk dimangsa oleh berang-berang dan hyena, yang memiliki kekuatan lebih besar. Hiena juga menjadi pemangsa hewan lainnya, seperi rubah. Pun, menjadi hewan yang ditakuti oleh hewan-hewan lain yang lebih lemah.


Menurut Al-Hijaz, dalam hukum untuk bertahan ini, sejumlah hewan akan menjadi makanan atau mangsa bagi hewan lainnya. Semua hewan kecil akan memangsa hewan yang lebih kecil. Dan, semua hewan berukuran besar tak akan mampu memangsa hewan yang memiliki kekuatan lebih besar.


Al-Jahiz mengungkapkan, dalam upaya untuk mempertahankan eksistensinya, manusia juga berlaku seperti hewan. Ia menambahkan, perjuangan untuk bertahan, tak hanya dilakukan oleh spesies yang berbeda, tapi juga dilakukan diantara spesies yang sama.


Mekanisme lain evolusi yang diuraikan Al-Jahiz adalah mengenain transformasi spesies. Ia yakin bahwa transformasi dan mutasi pada spesies mungkin terjadi. Transformasi berlaku sebagai hasil dari pengaruh dan dampak factor-faktor lingkungan.


Namun, ia menambahkan, kehendak dan kekuasaan Tuhan merupakan factor penyebab utama dalam proses transformasi itu. Tuhan bisa mentansformasi spesies apa pun menjadi spesies lain, kapanpun.


Sedangkan soal dampak factor lingkungan pada spesies, Al-Jahiz yakin bahwa makanan, iklim, tempat berlindung, dan factor lainnya memiliki dampak biologis dan psikologis terhadapa spesies. Ia yakin factor ini membuat sebuah spesies berjuang keras untuk bisa bertahan.


Al-Jahiz mengungkapkan, di sebuah lingkungan yang berubah, terdapat pula perubahan pada sejumlah karakter spesies dalam upaya untuk bertahan. Perubahan karakter ini pada generasi berikutnya, membuat sebuah organism mampu beradaptasi dengan lingkungan lebih baik.


Pemikiran Al-Jahiz mengenai zoology dan biologi evolusi ini, memberikan pengaruh pada perkembangan kedua kajian ilmu itu. Pandangannya mengenai biologi evolusi, member pengaruh pada kelompok Ikhwan al-Safa yang berkembang di masa Abbasiyah, juga filsuf lainnya.


Seperti Ibnu Miskawyh, Al-Biruni, ataupun Ibnu Tufayl, yang melalui teori Al-Jahiz, mampu melahirkan pandangan-pandangan baru. Teori Al-Jahiz juga diusung cendekiawan Muslim lainnya, khususnya oleh al-Zakariyya al-Qazwini dalam karyanya Nuzhat al-Qulub dan Al-Damiri dalam Hayat al-Hayawan.


Penyebaran ke Eropa

Lalu, bagaimana pemikiran Al-Jahiz menyebar ke Eropa ? Ini terjadi melalui penerjemahan karya Al-Jahiz dan pemikir Muslim lainnya yang sejenis dan banyak ilmuwan Eropa yang mempelajari karya-karya tersebut.


Ini terjadi sebelum munculnya para ahli biologi ternama Eropa, seperti C Linnaeus (1707-1778), Buffon (1707-1788), E Darwin (1731-1802), JB Lamarck (1744-1829), dan Charles Darwin (1809-1882). Dan, lama sebelum berdirinya sekolah Natural Philosophy di Jerman.


Misalnya, buku karya Al-Damiri, Hayat al-Hayawan, secara persial doterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh seorang Yahudi bernama Abraham Echellensis dan diterbitkan di Paris, Prancis, pada 1617. Buku ini berisi pula beberapa bagian karya Al-Jahiz , Kitab al-Hayawan.


Dengan demikian, kata Jim al-Khalili, ilmuwan inggris dan penulis buku, yang dikutip dalam Muslimheritage, Al-Jahiz telah mengembangkan teori tentang evolusi ribuan tahun sebelum Charles Darwin. Namun, kata dia, revolusi sains tak mungkin akan terjadi jika tidak untuk islam.


Sebab, saat itu semangat pemikiran, toleransi, rasionalisme mendapatkan tempat yang luas. Dan, yang lebih penting, kata Al-Khalili, terjadi kesesuaian antara sains dan agama. Kontras dengan dunia sekarang, muncul pertentangan antara sains dan agama.


Sang Pembelajar

Kemiskinan membelit Al-Jahiz. SAebab, ia memang dilahirkan di sebuah keluarga miskin. Demi membantu keluarganya, ia berdagang ikan di sepanjang kanal di Bashra, Irak. Namun, kehidupannya yang sarat keterbatasan ini tak membuat semangat pupus dalam belajar.


Rasa ingin tahu memang telah melekat dalam diri Al-Jahiz sejak kecil. Saat remaja, rasa itu kian berkembang. Ia kerap bercengkrama dengan teman sebayanya di masjid di Bashra untuk mendiskusikan segala hal ihwal tentang pengetahuan.


Tak hanya itu, Al-Jahiz pun menimba ilmu dari para cendekiawan, seperti di bidang filologi, leksikografi, dan puisi. Alquran dan hadis juga ia pelajari, termasuk filsafat. Paling tidak, ia meniti waktu selama 25 tahun untuk memuaskan dahaganya akan ilmu pengetahuan.


Pada suatu masa, Al-Jahiz memutuskan pergi ke ibu kota pemerintahan Islam, Baghdad. Di sana, memang menjadi pusat ilmu. Beberapa waktu kemudian, ia pindah ke Samarra, di mana ia menulis karya fenomenalnya Kitab al-Hayawan yang terdiri atas tujuh volume.


Karya lainnya adalah Kitab al-Bukala. Buku ini merupakan kumpulan cerita mengenai keserakahan. Namun, buku ini ditulis dipenuhi humor. Sejumlah kalangan menilai, ini merupakan contoh terbaik gaya prosa yang dihasilkan Al-Jahiz.


Tak hanya itu, karya itu juga merupakan hasil studi Al-Jahiz yang mendalam mengenai psikologi manusia. Ia mengolok-olok perilaku pengemis, penyanyi, dan guru sekolah yang serakah. Cerita-ceritanya memberikan banyak inspirasi.


Karya lainnya adalah Kitab al-Bayan wa al-Tabyin. Ini merupakan karya terkahir menjelang ia meninggal dunia. Dalam bukunya ini, ia menceritakan pengalaman-pengalaman luar biasa, retorika pidato, kisah para pangeran, dan orang-orang gila.


Dalam bukunya ini, Al-Jahiz menunjukkan kepiawaiannya dalam berbahasa dan juga kefasihan serta kemahirannya dalam berpuisi. Buki ini dianggap sebagai salah satu karya paling awal dalam teori sastra dan kritik sastra Arab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafadhal,,,uktub yang shalih