Masjid Sunan Ampel secara apik mengadaptasikan nilai-nilai Islam ke dalam arsitektur Jawa. Gapuro (pintu gerbang), misalnya, yang konon berasal dari kata Arab ghafura yang berarti ampunan, dibangun di area masjid untuk mengingatkan setiap Muslim agar memohon ampunan sebelum memasuki kawasan suci dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Lima
Masih di sebelah selatan masjid, terdapat gapura kedua yang bernama Gapuro Poso (puasa). Gapura ini secara implisit mengajarkan umat Muslim menunaikan puasa, baik yang wajib maupun sunnah. Ada juga, Gapura Ngamal (beramal) yang menyimbolkan pentingnya beramal bagi umat Islam untuk membantu sesama Muslim yang membutuhkan.
Di sebelah barat masjid terdapat Gapuro Madep. Madep berarti menghadap, yaitu menghadap ke arah kiblat ketika mendirikan shalat. Gapura yang terakhir adalah Gapuro Paneksan (kesaksian), yang berarti kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah utusan Allah.
Cukup menarik apabila melihat posisi masjid di tengah
Masjid Sunan Ampel didirikan pada tahun 1412 M oleh Sayyid Ali Rahmatullah atau yang dikenal dengan Sunan Ampel. Menurut riwayat, dalam mendirikan masjid itu, Sunan Ampel dibantu oleh santri-santrinya dan dua sahabatnya, yaitu Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji (Mbah Bolong). Banyak cerita mistis seputar dua orang sahabat Sunan Ampel itu.
Abdul Baqir Zein dalam bukunya Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia mengungkapkan, Mbah Sholeh meninggal dunia hingga delapan kali. Setiap kali ia meninggal dunia dan namanya disebut oleh Sunan Ampel, Mbah Sholeh bangkit kembali dari kuburnya. Peristiwa itu terulang hingga delapan kali sehingga kuburannya pun berjumlah delapan. Demikian juga, dengan Mbah Sonhaji yang bergelar Mbah Bolong. Gelar tersebut disematkan kepadanya karena mampu melihat Ka’bah dari mihrab masjid yang sengaja di-bolong-i (dilobangi) dengan tongkat kayunya untuk menentukan ketepatan arah kiblat.
Makna di balik arsitektur masjid
Cerita mistis seputar tokoh..tokoh yang berjasa dalam pembangunan Masjid Ampel cukup menarik minat para peziarah dari seantero Nusantara. Pada peringatan hari-hari besar Islam, jumlah peziarah di Masjid Sunan Ampel mencapai 15 ribu hingga 20 ribu orang. Tokoh mistis dan Masjid Ampel tidak dapat dipisahkan. Masing-masing memberikan ajaran moral dan religius bagi masyarakat luas.
Bentuk bangunan dan arsitektur masjid tidak hanya menyimpan nilai sejarah, tetapi juga mengandung pesan keagamaan yang dalam, maka harus diungkap sebagai pengetahuan bagi masyarakat umum.
Atap masjid berbentuk tajuk, piramida bersusun tiga, mengadopsi arsitektur Majapahit. Tajuk dalam tradisi Jawa merepresentasikan gunung yang diyakini sebagai tempat suci. Tidak diragukan lagi, atap bersusun tiga adalah elemen arsitektur Hindu-Jawa. Akan tetapi, nilai-nilai di balik bentuk atap tersebut kental dengan ajaran Islam. Tiga tingkat dimaknai sebagai Islam, iman, dan ihsan.
Dengan demikian, tiga tingkatan merefleksikan kesempurnaan keislaman seorang Muslim. Islam, iman, dan ihsan adalah inti dari ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW Untuk menjadi seorang Muslim sejati, seseorang harus melaksanakan rukun Islam yang ada lima, mengimani rukun iman yang berjumlah enam, dan mampu mengaplikasikan konsep ihsan, yaitu totalitas ibadah dan berserah diri kepada Allah. Simbolisasi ihsan dengan atap tertinggi disebabkan ihsan menempatkan seorang hamba begitu dekat dengan Tuhannya.
Susunan tiga atap ditopang oleh empat pilar utama yang terbuat dan kayu jati, masing-masing berukuran 17x0,4x0,4 meter tanpa sambungan. Secara keseluruhan, tiang di dalam Masjid Sunan Ampel berjumlah 16 dengan ketinggian yang sama, 17 meter. Angka 17 menunjukkan jumlah rakaat shalat dalam sehari.
Dalam sebuah hadis dikatakan, shalat adalah tiang agama. Tinggi-tiang di sini tidak lain merupakan simbolisasi ajaran hadis yang menekankan pentingnya shalat dalam kehidupan orang Muslim. Hingga sekarang, tiang-tiang itu masih berdiri kokoh meskipun telah berumur kurang lebih 600 tahun.
Elemen lainnya yang masih dipertahankan keasliannya adalah 48 pintu di sekeliling tembok masjid. Lebar kesemuanya 1,5 meter dan tinggi dua meter. Bentuk lengkungan di atas tiap-tiap pintu menunjukkan pengaruh dari arsitektur Arab. Arsitektur Jawa tidak mengenal pola lengkungan seperti itu. Antara pintu dan pola-pola lengkung di atasnya dihiasi ukir-ukiran tembus yang mirip dengan kipas.
Detail arsitektur masjid ini menampilkan bagaimana Islam pada penode awal di kawasan Majapahit, mengakomodasi khazanah budaya Jawa untuk kepentingan dakwah. Nilai-nilai luhur Islam diakulturasikan dengan pola bangunan Jawa yang bersumber dari kosmologi masyarakat setempat. Jadilah bentuk bangunan yang tidak hanya menampilkan kecantikan fisik, tetapi juga kedalaman spiritual.
Sejak tahun 1972, kawasan Masjid Agung Sunan Ampel telah ditetapkan sebagai tempat wisata religi oleh Pemkot Surabaya. Lokasinya di Jalan Ampel Nomor 53, Kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya. Perluasan pertama kali dilakukan oleh Adipati Aryo Cokronegoro dengan menambahkan bangunan pada bagian utara masjid. Kemudian, pada tahun 1926, oleh Adipati Regent Raden Aryo Nitiadiningrat seluas 22,70x20,55 meter. Pada 1954, kembali dilakukan perluasan oleh KH Manaf Murtadho seluas 25,70x50 meter. Saat ini, luas area Masjid Sunan Ampel kira-kira 4.000 meter persegi.
Meniti Jejak Sunan Ampel
Sunan Ampel sangat berjasa dalam penyebaran dan perkembangan Islam di Nusantara. Dalam perjalanannya ke Trowulan, ibu kota Majapahit, atas undangan Prabu Sri Kertawijaya, Sunan Arnpel terlebih dahulu singgah di Palembang dan Tuban untuk .menyebarkan Islam di kawasan itu. Kehadirannya di Trowulan merupakan titik balik sejarah keagamaan masyarakat Majapahit, dari pemeluk Hindu menjadi Muslim.
Nama asli Sunan Ampel adahah Sayyid Ali Rahmatulbah. Beliau diperkirakan lahir pada 1401 M. Ayahnya bernama Syekh Ibrahim Asmarakandi, seorang ulama dari Samarkand, Asia Tengah, yang menikah dengan putri Raja Campa (Kamboja), Dewi Candrawulan.
Sayyid Ali Rahmatuhlah menikahdengan Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung Arya Teja, bupati Tuban. Sejak saat itu, gelar pangeran dan raden disematkan kepadanya. Raden Rahmat, demikian beliau kemudian dikenal. Sedangkan nama Ampel, berasal dari nama tampat Raden Rahmat bermukim, yaitu Ampel Denta yang kini termasuk kawasan
Dalam metode dakwah Sunan Ampel, dikenal ada istilah moh limo dari bahasa Jawa yang berarti tidak mengerjakan
Metode dakwah ini terbukti dapat memperbaiki moralitas masyarakat yang konon saat itu telah merosot sampai pada level yang memprihatinkan. nilah salah satu alasan mengapa Prabu Sri Kertawijaya memberikan keleluasaan kepada Sunan Ampel, menyebarkan Islam kepada semua tingkatan sosial masyarakat. Di Ampel, beliau mendirikan sarana ibadah yang kini menjadi Masjid Sunan Ampel dan sarana pendidikan untuk menunjang internalisasi ajaran dan nilai-nilai keislaman, menggantikan keyakinan lama.
Jasa Raden Rahmat begitu besar hingga mendapat gelar sunan. Yaitu, sebuah gelar yang disandangkan kepada orang yang secara personal telah mencapai tingkat spiritualitas yang tinggi. Dan, baik secara sosial maupun politik, memiliki pengaruh yang sangat luas.
Sunan Ampel membawa misi keislaman yang diwariskan oleh para nabi. Diriwayatkan oleh Al- Imam at-Tirmidzi, “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barang siapa mengambil warisan tersebut, ia telah mengambli bagian yang banyak.”
Sebagai pewaris nabi, kharisma dan kekeramatan Sunan memancar tidak hanya ketika masih hidup, tetapi juga saat beliau telah wafat. Diperkirakan beliau wafat tahun 1478 M. Makam beliau berada di sebelah barat Masjid Sunan Ampel. Ribuan peziarah datang setiap hari. Mereka berdoa dan membaca Alquran dengan khusuk, mengekspresikan kecintaan dan penghormatan kepada Sang Sunan.
Di samping makam Sunan Ampel, terdapat pula makam-makam lain, di antaranya makam istri beliau, para sahabat, dan pengikut beliau yang dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64 meter persegi. Khusus makam Sunan Ampel, dikelilingi pasir putih. Kompleks makam dikelilingi tembok besar setinggi 2,5 meter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tafadhal,,,uktub yang shalih