Bulan Bintang di Langit Islam

Penggunaan symbol bulan bintang terjadi setelah Sultan Mehmed (Muhammad) II menaklukkan Konstantinopel pada 1453.

Kristen memiliki simbol salib, Yahudi mempunyai bintang Daud, dan Islam identik dengan bulan sabit dan bintang bersudut lima. Rasanya tak afdol jika di puncak kubah atau menara masjid tak ada bulan bintang. Tak ada yang akan membantah bahwa keduanya diasosiasikan sebagai simbol Islam. Tapi, dari mana asalnya?

Penggunaan simbol bulan bintang berhubungan dengan kekaisaran Ottoman di Turki,
atau dikenal Turki Usmani. Dinasti Usman menjadi penguasa Islam dalam 36 generasi, lebih dari enam abad (1299-1922). Usman atau dikenal sebagai Usman I tak ada hubungannya dengan Khalifah Usman bin Affan RA. Usman adalah pendiri kekaisaran ini. Ayahnya, Urtugul, seorang kepala suku dan penguasa lokal, semacam demang di Jawa.

Sebagai suku yang berkelana dari Asia Tengah selama berabad-abad, oleh kesultanan Saljuk di Anatolia ia diberi wilayah di perbatasan dengan Byzantium. Seiring melemahnya Saljuk, Usman menyatakan kemerdekaan wilayahnya pada 1299.

Penggunaan simbol bulan bintang terjadi setelah Sultan Mehmet (Muhammad, red) II, sultan ke-7, menaklukkan Konstantinopel pada 1453, ibukota Romawi Timur atau lebih dikenal dengan kekaisaran Bizantium. Negeri superpower saat itu yang menetapkan Kristen sebagai agama resmi negara.

Lambang kota itu adalah bulan dan bintang. Mehmet II mengadopsi simbol Konstantinopel menjadi bendera Ottoman. Nama Konstantinopel pun diganti menjadi Istanbul.
Sebelumnya, bendera Ottoman hanya segitiga sama kaki yang rebah, yang garis sisi dua kakinya melengkung. Benderanya berwarna merah. Setelah penaklukan Konstantinopel, di tengah bendera itu ditambahi bulan dan bintang berwarna putih. Pada 1844, bentuk bendera Ottoman berubah segi empat.

Bendera ini mengalami modifikasi lagi pada 1922, yang kemudian ditetapkan dalam konstitusi pada 1936, setelah Ottoman jatuh, menjadi bendera seperti sekarang ini yang dipakai oleh Turki modern. Bintang dan bulan sabitnya menjadi lebih langsing. Sebelumnya tampak lebih gemuk. Namun warna dasarnya tetap merah, serta gambar bulan dan bintangnya tetap putih.


Pagan dan Kristen?
Tak ada catatan yang menerangkan nama asli kota Istanbul hingga bangsa Yunani memberinya nama Byzantium pada 667 SM. Nama itu dirujuk dari salah satu tokoh dalam mitologi Yunani, yaitu Byzas. Sebagai bangsa pagan, Yunani memberikan simbol bulan sabit pada kota itu untuk didedikasikan pada dewa mereka, Dewi Artemis (Dewi Diana) yang bersimbol bulan sabit.

Mereka menaklukkan kota itu dengan diterangi cahaya bulan. Catatan lain menyebutkan bahwa bulan sabit merupakan simbol dari Dewi Tanit (Carthagian, bangsa Phoenic). Simbol bulan sabit tetap dipertahankan ketika kota ini direbut bangsa Romawi oleh Kaisar Constantine pada 330. Nama kota berganti menjadi Nova Rome (Roma Baru) dan menjadi ibukota Romawi, pindah dari Roma di Itahia (Pada 395, Romawi pecah menjadi Romawi Barat dan Romawi Timur).

Namun setelah Constantine meninggal, kota ini lebih dikenal sebagai Konstantinopel (Kota Konstantin). Namun kaisar menambah simbol bintang di tengahnya. Bintang disebutkan sebagai simbol Perawan Suci Bunda Maria. Namun catatan lain menyebutkan bahwa simbol bintang dirujuk dari simbol Dewi Ishtar - kata star (bintang) dalam bahasa Inggris berasal dari nama dewi ini.

Catatan lain menyebutkan bahwa kedua simbol itu telah dipakai bangsa Turki kuno. Hal itu dibuktikan oleh penemuan artefak yang menggambarkan bulan dan bintang. Bahkan disebutkan bahwa simbol itu juga digunakan di Sumeria. Simbol itu kemudian diserap bangsa Turki ketika mereka melewati lembah itu dalam perjalanannya dari Asia Tengah — wilayah yang diduga sebagai asal-usul bangsa Turki — menuju Anatolia.

Sedangkan legenda Turki Usmani menyebutkan bahwa simbol-simbol tersebut diambil dari mimpi Usman I. Mimpi itu terjadi jauh sebelum Ia menjadi raja. Penasehat spiritualnya menyebutkan bahwa mimpi itu menjadi pertanda akan kebesarannya di masa depan.
Mana yang benar? Hingga kini belum ada penelitian yang meyakinkan soal ini. Namun, Ottoman adalah negeri pertama yang menggunakan simbol tersebut.


Hitam yang simpel
Lalu, apakah simbol Islam yang asli? Rasulullah Muhammad SAW maupun para Khulafa-ur-Rasyidin (632-661) tak pernah membuat ketetapan soal itu. Alquran pun tak pernah berbicara soal tersebut. Bukti-bukti sejarah memperlihatkan bahwa di zaman Rasulullah hanya ada bendera panji-panji perang yang sangat sederhana dengan satu warna: hitam, putih, atau hijau. Di ‘Negara Madinah’ di zaman khalifah yang empat memiliki simbol berupa bendera persegi empat warna hitam.

Bendera segi empat warna hitam juga digunakan Dinasti Umayah di Damaskus (660-750)
maupun di Kordoba (929- 1010), dan Dinasti Abbasiyah di Baghdad (750-1258) maupun di Kairo (1261-1517). Hanya Dinasti Fatimiyah di Kairo (909-1171) yang menggunakan bendera berwarna hijau.

Jika kita cermati, semua dinasti yang menggunakan simbol yang sangat sederhana itu, cuma warna yang polos dan tanpa gambar, tulisan, atau tanda lainnya, adalah dinasti yang berdarah asal dari tanah Hijaz. Sedangkan kerajaan-kerajaan Islam lainnya seperti Ottoman, Saljuk, Mamluk, Moghul, maupun kerajaan-kerajaan Islam Nusantara memiliki bendera yang bergambar.


Tak perlu disesali
Pertanyaannya adalah, apakah penggunaan simbol itu harus dihentikan karena bukan lahir dari tradisi Islam? Ternyata, hasil polling via internet oleh sebuah situs yang masih satu grup dengan The New York Times, menyatakan, bahwa 39 persen tetap ingin menggunakan simbol tersebut. Jauh meninggalkan urutan kedua dan ketiganya: kaligrafi (18 persen) dan Ka’bah (15 persen).

Selain itu, seperti kata cendekiawan muslim Prof Dr Azyumardi Azra, dalam tradisi Islam simbol bulan bintang memang sangat dominan. Apalagi kini simbol tersebut sudah diterima secara universal. Bagaimana dengan pernyataan bahwa simbol itu dari Yunani dan Romawi? “Itu hanya spekulasi saja. Belum ada riset yang valid dan serius soal ini,” katanya.


Menjangkau Berbilang Abad
Bagi pengamat politik, politisi, bahkan orang awam Indonesia sudah sangat akrab dengan simbol bulan bintang. Semuanya akan mengasosiasikannya dengan Islam. Selain terlihat di sebagian besar kubah dari menara masjid, simbol itu juga digunakan oleh partai politik maupun organisasi Islam.

Untuk ormas misalnya Al-jam’iyatul Washliyah (Sumatra Utara), Perti (Sumatra Barat), Mathlaul Anwar (Banten), PUI (Jawa Barat), dan Nahdlatul Wathan (Nusa Tenggara Barat). Sedangkan di partai bisa merunutnya sejak Masyumi hingga Partai Bulan Bintang.

Gerakan Aceh Merdeka pun menggunakan simbol yang sama. Sedangkan Nahdllatul Ulama (Jawa Timur), Partai Bintang Reformasi, PPP di masa asas tunggal, hanya mengadopsi sebagiannya saja, yaitu bintang; PKS pun hanya mengadopsi sebagiannya saja: bulan sabit.

Karena itu, dua buku klasik tentang kiprah partai politik Islam atau faksi politik Islam Indonesia menyimbolkannya dengan simbol tersebut. Walaupun yang disebut cuma bulan sabitnya saja, tapi maksudnya adalah bulan dan bintang. Inilah dua buku tersebut: The Cresent and the Rising Sun, Indonesian Islam under Japanese Occupation 1942-1945 (oleh Harry J Benda) dan The Cresent Arises over the Banyan Tree (oleh Mitsuo Nakamura).

Di dunia ini, hingga kini setidaknya ada 11 negara yang menggunakan simbol bulan sabit dan bintang. Negara-negara itu adalah Algeria, Azerbaijan, Comoros, Malaysia, Maldives, Mauritania, Pakistan, Tunisia, Turki, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Uniknya, sebagian besar negara-negara tersebut bukanlah negara-negara berbahasa Arab.

Tak hanya itu, karena ada Palang Merah Internasional maka ada juga Bulan Sabit Merah Internasional.



‘Belum Ada Penelitian Valid’
Sejauh yang saya ketahui belum ada penelitian yang valid dan serius tentang simbol bulan bintang. Karena itu perlu dilacak dari sejarah sosial Islam. Namun sampai saat ini saya belum menemukannya juga.

Menurut teori saya simbol ini berkaitan dengan dominannya bulan bintang dalam astronomi Islam. Dalam kalender hijriyah kan bulan sebagai dasar perhitungan astronomis. Sehingga bulan sebagai simbol, bukan matahari. Hal-hal yang bersifat ritual seperti shalat, penentuan awal puasa, maupun lebaran juga menggunakan bulan sebagai patokannya. Karena itu tahun Islam sebagal tahun qamariyah, yang artinya butan. Bukan syamsiyah (matahan).

Sedangkan teoni yang menyebutkan bahwa simbol bulan bintang lahir dari Yunani dan
Romawi hanya spekulasi saja. Berbeda dengan tradisi Islam yang sangat kuat dengan bulan. Memang menjadi menonjol sejak masa Turki Usmani.

Di zaman Nabi belum ada simbol-simbol yang jelas dan eksplisit. Rasulullah lah yang menjadi simbol sehingga tidak butuh simbol yang lain. Sebelum dipakainya bulan bintang sebagai simbol Islam yang banyak dipakai adalah dua kalimat syahadat, terutama oleh kaum Sunni.

Fenomena simbol itu baru muncul setelah terjadi friksi antara Sunni dan Syiah setelah terbunuhnya Husein di padang Karbala. Sunni menggunakan simbol dua kalimat syahadat dengan asumsi atau tuduhan bahwa syahadat orang Syiah berbeda. Walaupun tuduhan itu tidak benar, karena hal itu hanya terjadi pada Syiah ekstrem yang bukan mainstream. Mereka menambahkan Ali.

Simbol dua kalimat syahadat tidak pernah diadopsi sebagai simbol dinasti. Berbeda dengan bulan bintang. Saat ini simbol bulan bintang sudah diterima secara universal sebagai simbol umat Islam. Sehingga belum ada alternatif lainnya.

Di masa kekhalifahan maupun dinasti Abbasiyah, Umayah, dan Fatimiyah memang yang digunakan adalah bendera hitam atau hijau. Hitam itu kan lambang kedalaman ilmu. Ini merupakan kelanjutan di masa Rasulullah, yang panji-panjinya hanya bendera polos saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafadhal,,,uktub yang shalih