TEMPAT GUA ASHABUL KAHFI

Cerita para penghuni gua (Ashabul Kahfi) sangat tersohor di dunia Islam dan Kristen. Diceritakan bahwa ada tujuh orang pemuda yang melarikan diri dari daerahnya akibat ancaman Kaisar Decius (Dekyanus, 249-251 M). Kaisar memerintahkan supaya seluruh penduduk negeri yang berada di wilayah kekuasannya untuk menyembah berhala. Narnun, enam orang pemuda (Maksimyanus, Martinus, Dyonisius, Malkus, Konstantinus, dan Suresiyus) menolak perintah Kaisar Decius. Di tengah perjalanan, saat pelarian, mereka bertemu dengan seorang pengembala yang bernama Yemlikho (Yuhanis) serta anjing kesayangannya, Kitmir. Mereka semua menyatakan hanya menyembah Tuhannya langit dan burnt, yakni Allah. Menurut beberapa versi, mereka ini adalah pengikut (umat) Nabi Isa AS.

Dalam pelariannya, mereka bersembunyi dalam sebuah gua. Lalu, mereka beristirahat di dalamnya hingga tertidur selama 309 tahun. Setelah terbangun, salah seorang dari mereka (Yemlikho) diminta untuk membeli makanan. Namun, uang yang akan mereka bayarkan ternyata sudah tidak berlaku lagi. Dan, kaisar yang berkuasa saat itu adalah Theodesius II yang taat menjalankan perintah Tuhannya.

Dari cerita di atas, sejumlah peneliti sejarah dari ahli arkeologi berusaha melacak situs gua yang menjadi tempat tertidurnya Ashabul Kahfi tersebut. Dari sejumlah referensi, ada banyak termpat yang dipercaya sebagai gua tempat tertidurnya Ashabut Kahfi. Ada yang menyebut Turki, yaitu di Ephesus dan Tarsus. Ada pula yang menyebutnya di Abu Alanda (Jordan) dan Jabal Qassiyun (Syria).

Ephesus
Banyak pihak yang meyakini (termasuk peneliti Kristen dan Muslim) bahwa gua tempat Ashabul Kahfi berada di Ephesus, bukan di Tarsus. Menurut pendapat ini, Tarsus adalah daerah tempat tinggal para pemuda, sedangkan Ephesus adalah daerah tempat pelarian tujuh pemuda tersebut. Kabarnya, gua Ashabul Kahfi itu berada di sebelah timur lereng Gunung Pion (Mountain of Pion). Menurut orang barat, gua Ashabut Kahfi itu disebut pula dengan The Cave Of The Seven Sleepers.

Dibandingkan Tarsus, banyak pihak yang meyakini bahwa Ephesus adalah daerah tempat pelarian para Ashabul Kahfi. Kemudian, mereka bersembunyi di sebuah gua di sebelah timur lereng Gunung Pion. Daerah ini (Ephesus), dalam versi Kristen, dianggap sebagai sebuah tempat suci. Di kota ini, konon terdapat sebuah rumah yang dikatakan menjadi milik Maria (Maryam)—ibunda Nabi Isa—yang kemudian dijadikan sebuah gereja. Bahkan, beberapa sumber Kristen menegaskan, gua Ashabul Kahfi berada Ephesus.

Sumber tertua yang berkaitan dengan hal ini adalah penelitian yang dilakukan seorang pendeta asal Syria bernama James dari Saruc (lahir 452 M). Ahli sejarah terkemuka, Gibbon, telah banyak mengutip dari penelitian James dalam bukunya yang berjudul The Decline and Fall of the Roman Empire (Kemunduran dan Runtuhnya Kekaisaan Romawi). Berdasarkan buku ini, kaisar yang memerintah dan berusaha melakukan penyiksaan terhadap orang-orang yang tidak mau menyembah berhala adalah Kaisar Decius.

Menurut Gibbon, nama dan tempat ini adalah Ephesus. Terletak di pantai barat Anatolia, kota ini adalah salah satu pelabuhan dan kota terbesar dari Kekaisaran Romawi. Saat ini reruntuhan kota ini dikenal sebagai ‘Kota Antik Ephesus.’

Sementara itu, Alquran tidak secara jelas menyebutkan tempat di mana Ashabul Kahfi tertidur. Secara implisit, Alquran (QS A1-Kahfi: 17) menyebutkan ciri-ciri dan gua tersebut.

“Dan, kamu akan melihat matahari ketika terbit condong dari gua mereka ke sebelah kanan dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedang mereka dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah yang mendapat petunjuk. Dan, barang siapa yang disesatkanNya, kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya”

Menurut penelitian, gua yang ada di lereng Gunung Pion di Ephesus ini memiliki pintu masuk yang mengarah ke bagian utara sehingga sinar matahari tidak bisa menembus ke dalam gua. Dengan demikian, seseorang yang melewati gua itu tidak dapat melihat apa yang ada di dalamnya.

Ahli arkeologi, Dr Musa Baran, juga menunjuk Ephesus sebagai tempat hidup bagi sekelompok orang muda yang beriman. Dalam bukunya yang berjudul Ephesus, dia menyatakan, “Di tahun 250 SM, tujuh orang pemuda yang hidup di Ephesus memilih untuk memeluk agama Kristen dan menolak penyembahan terhadap berhala. Mencoba untuk mencari jalan keluar, sekelompok pemuda ini menemukan sebuah gua yang berada di sebelah timur lereng Gunung Pion.” (Musa Baran, Ephesus, him 23-24).

Keyakinan gua Ashabul Kahfi ada di Ephesus Turki didukung oleh banyak ulama Islam, seperti At-Tabari, Al-Baidlawi, An-Nasafi, Jalalain, At-Tibyan, serta Fakhruddin Ar-Razi, yang meyakini tempat tersebut. Mereka mengatakan, nama lain dari Ephesus adalah Tarsus (Turki).

Fakhrudin Ar-Razi menerangkan, dalam penelitiannya, meskipun tempat ini disebut dengan Ephesus, maksud dasarnya adalah untuk mengatakan Tarsus. Sebab, Ephesus hanyalah nama lain dari Tarsus.

Abu Alanda (Amman)
Sehubungan dengan adanya pendapat yang mengatakan bahwa letak gua tersebut di daerah Ephesus, Turki, Pemerintah Turki kemudian bersegera melakukan penggalian terhadap situs di Ephesus tersebut. Namun, hasil yang didapat malah menguatkan hasil penemuan gua di Abu Alanda (Buloqaa), Yordania. Dan, Pemerintah Turki secara resmi mengakui bahwa situs Ashabul Kahfi itu terletak di Yordania ini. Menurut Pemerintah Turki, J di Ephesus tidak terdapat tempat peribadatan dan tidak terdapat pahatan tulisan Byzantium, seperti yang terdapat di Buloqaa (Abu Alanda). Pendapat tersebut juga dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Anui Dajjani, seorang doktor dari jawatan purbakala Yordania, pada 1962.

Pendapat ini makin diperkuat lagi dengan ditemukannya sejumlah bukti ‘kesejarahan’ dari gua ini. Surah Al-kahfi ayat 17 menyebutkan, matahari cenderung ke kanan dari gua mereka dan terbenam di sebelah kiri. Kemudian, dilanjutkan dengan kalimat, “... sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu.” (QS 18: 17). Lokasi gua Ashabul Kahfi di Abu Alanda, Yordania, memiliki sebuah lubang dan atas gua sehingga cahaya bisa masuk. Selain itu, bentuk gua yang terdapat di Abu Alanda sangat luas dan lapang serta tidak dalam.

Kemudian, pada ayat ke-21 dijelaskan, “... Ketika mereka berselisih tentang urusan mereka, sebagian dari mereka berkata, ‘Dirikanlah sebuah bangunan di sisi (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.’ Orangorang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, ‘Sesungguhnya, kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya.”

Konon, di atas gua Ashabul Kahfi di Abu Alanda, terdapat rumah ibadah yang telah dibangun ketika itu. Rumah ibadah yang dimaksud adalah rumah ibadah penganut Nasrani. Ketika zaman Kerajaan Umawiah, rumah ibadah tersebut telah dijadikan masjid.

Pada 27 September 2006 silam, Raja Abdullah (Raja Yordania) meresmikan sebuah masjid baru di atas gua tersebut, yang diberi nama Masjid Ashabul Kahfi.


Bukti Sejarah dan Arkeologi
Beberapa bukti untuk memperkuat Abu Alanda sebagai gua Ashabul Kahfi adalah temuan benda-benda sejarah dan arkeologi.

  1. Di gua ini, terdapat tulisan pada lengkungan pintu di dinding sebelah timur yang menyatakan bahwa masjid diperbarui pada tahun 117 Hijriyah yang merujuk kepada zaman Hisham bin Abdul Malik bin Marwan. Ini membuktikan, ketika era Kerajaan Umawiah, mereka sudah memperbarui masjid yang sebelum itu menjadi rumah ibadah Nasrani. Kesan yang boleh dilihat ialah binaan mihrab (petunjuk arah kiblat) yang terdapat di atas gua tersebut.
  2. Tulisan khat Kufi. Ini membuktikan bahwa masjid kedua di Ashabul Kahfi itu diperbarui pada zaman Khomarumiah bin Ahmad Tholun dan Kerajaan Abasiah. Masjid kedua yang dimaksud ialah masjid yang dibangun berhadapan dengan gua Ashabul Kahfi setelah masjid pertama diwujudkan di atas gua ketika zaman Umawiah.
  3. Kesan Nawawis di dalam gua. Nawawis dalam Mujam Wasit berarti kubur bagi orang Nasrani yang mayatnya diletakkan di dalamnya. Pada Nawawis tersebut, terdapat bintang segi delapan yang mernbuktikan tanda zaman Kerajaan Rum-Byzantium pada kurun ke-3 M. Pada masa itu, sudah menjadi adat bahwa mayat-mayat Nasrani akan dikuburkan dalam bekas batu. Ini tidak mustahil bahwa mereka yang telah menguruskan mayat pemuda tersebut telah mengebumikan mereka dengan cara dan adat rnereka pada ketika itu.
  4. Penemuan barang-barang, seperti tembikar, uang tembaga dan perak, serta lampu dari pelbagai zaman (Umawiah, Abasiah, dan Turki Utsmaniyah) dalam gua tersebut dan sekitarnya. Ia membawa maksud bahwa tempat itu telah dijaga oleh pelbagal zaman yang berlalu.
  5. Al-Waqidi dalam kitabnya Futuhat Sham telah menulis bahwa beliau bersama yang lain telah berhenti di Ain Ma’ yang berhampiran dengan gua Ashabul Kahfi. Mereka berhenti di Aim Ma’ untuk berwudhu, shalat, dan tidur sebelum meneruskan perjalanan ke Palestina. Ain Ma’ terletak 70 meter dari gua Ashabul Kahfi.
  6. Pokok zaitun berusia ratusan tahun tumbuh berhadapan dengan gua. Pokok tersebut telah mati dan kesan batang pokok zaitun yang berusia ratusan tahun itu kini ditempatkan di dalam museum mini dalam gua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafadhal,,,uktub yang shalih