Selain ulama fikih, namanya juga dikenal masyarakat Muslim dunia sebagai salah satu tokoh gerakan Islam terbesar di dunia, Ikhwanul Muslimin. Awal perkenalannya dengan Ikhwanul Muslimin terjadi ketika ia menempuh pendidikan tinggi di Universitas Al-Azhar di fakultas syariah.
Pada saat bergabung dengan Ikhwanul Muslimin inilah Sabiq mulai menekuni dunia tulis-menulis. Tulisannya dimuat di berbagai majalah terbitan Mesir, termasuk majalah mingguan milik gerakan Ikhwanul Muslimin. Di majalah ini ia menulis artikel ringkas mengenai fikih, tentang bab Thaharah (bersuci).
Karena keaktifannya dalam dakwah, tak heran jika pimpinan Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna, mengangkatnya sebagai salah satu orang kepercayaannya. Pada tahun 1948, ia bersama dengan anggota Ikhwanul Muslimin lainnya ikut serta dalam perang Palestina melawan
Kemudian, pada 1951, ia memutuskan bekerja di Kementerian Wakaf Mesir. Di kementerian ini, Sabiq menempati posisi puncak hingga menjadi wakil Kementerian Wakaf. Pada tahun 1964, Sabiq hijrah ke Yaman kemudian menetap di Arab Saudi. Di sini, ia mengajar mata kuliah Dakwah dan Ushuluddin di Universitas Ummul-Qura selama lebih dari 20 tahun.
Sayyid Sabiq termasuk orang yang banyak mengembara untuk menyampaikan dakwah. Banyak negara yang dikunjunginya, termasuk
Kegigihannya dalam menyampaikan dakwah juga terlihat manakala ia menjalani masa tahanan di penjara. Ketika berada dalam penjara, beliau dengan lantang dan bersemangat menerangkan hukum fikih dan agama kepada para tahanan politik yang ditangkap bersamanya. Tidak hanya para tahanan, petugas penjara yang mengawal mereka turut mengikuti kuliah tidak resmi sang ulama dari balik jeruji besi penjara.
Dalam setiap dakwahnya, Sabiq selalu menyerukan agar umat Islam bersatu, merapatkan barisan, dan tidak berpecah belah yang dapat menyebabkan umat menjadi lemah. Ia juga mengajak agar membentengi para pemuda dan pemudi Islam dari upaya-upaya musuh Allah dengan membiasakan mereka beramal Islami, memiliki kepekaan, memahami segala permasalahan kehidupan, serta memahami Alquran dan sunah.
Sayyid Sabiq juga pernah mengingatkan bahwa
Ia meninggal dunia pada tanggal 28 Februari tahun 2000. Sepanjang hidupnya, Sayyid Sabiq banyak menerima penghargaan atas ketokohan dan keilmuan beliau. Antara lain, mendapatkan Piagam Penghargaan Mesir yang dianugerahkan oleh Presiden Mesir Mohammad Husni Mobarak, pada 5 Maret 1988. Di tingkat regional, ia mendapat penghargaan Jaaizah al-Malik Faisal al-Alamiah pada tahun 1994 dari Kerajaan Arab Saudi atas usahanya menyebarkan dakwah Islam.
Produktif menulis
Meski sibuk berdakwah ke berbagai negara, Sayyid Sabiq juga produktif menulis. Jilid pertama dari kitab beliau yang terkenal Fiqih Sunnah diterbitkan pada tahun 1940-an. Isinya mengupas berbagai masalah mengenai fikih, seperti thaharah, shalat wajib, dan sunah. Pada mukadimahnya diberi sambutan oleh pemimpin Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna. Al-Banna memuji metode Sayyid Sabiq dalam penulisan, cara penyajian yang bagus, dan upayanya agar orang mencintai bukunya.
Tidak hanya berhenti pada jilid pertama, Sayyid juga mengeluarkan jilid berikutnya, sebagai kelanjutan dari kitab Fiqih Sunnah yang telah diterbitkan. Jilid kedua Fiqih Sunnah ini mengupas masalah zakat, puasa, jenazah dan hal-hal yang berkaitan dengannya, haji, hingga masalah pernikahan.
Kemudian, dilanjutkan dengan jilid ketiga yang berisikan berbagai hal seputar pernikahan (wali dan kedudukannya, hak dan kewajiban suami-istri, nafkah, akad nikah, walimah, dan sebagainya), serta berbagai hal yang berkaitan dengan hukuman.
Terakhir, ia menulis jilid keempat yang merupakan jilid terakhir dari kitab Fiqih Sunnah. Jilid terakhir ini mengupas tentang jihad, perang, jizyah, ghanimah, kafarat sumpah, hukum jual-beli, riba, pinjaman, gadai, mudharabah, dan utang. Menurut penuturan Syekh Yusuf al-Qaradhawi (salah seorang murid Sayyid Sabiq), kitab Fiqih Sunnah ini disusun selama kurang lebih 20 tahun.
Selain Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq juga mengarang beberapa kitab lain, seperti Aqidah Islamiyah (mengenai unsur-unsur kekuatan dalam Islam) dan Islam Kita.
Fiqih Sunnah Jadi Rujukan Banyak Ulama
Fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum Islam yang bersumber dari dalil-dalil yang terperinci dengan jelas dalam Alquran maupun Sunnah Rasulullah SAW. Fikih menempati tempat yang sangat penting dan strategis. Fikih telah menjadi panduan umat Islam dalam masalah peribadatan dan sosial-kemanusiaan. Flkih membahas berbagai persoalan, dan masalah shalat hingga jual-beli.
Karena itu, tak heran jika fikih menjadi salah satu disiplin ilmu yang paling banyak ditulis dan diperbincangkan oleh umat Islam. Hampir ratusan ribu buku fikih ditulis oleh para ulama Muslim. Salah satu buku fikih paling fenomenal dan menjadi best seller hampir di seluruh negara, terutama negara Muslim dari mayoritas penduduknya beragama Islam, adalah kitab Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq.
Pada awal disusun, kitab Fiqih Sunnah ini hanya dijadikan buku panduan bagi internal kader Ikhwanul Muslimin. Hal ini dapat dimaklumi karena sang penulis, Sayyid Sabiq, merupakan salah satu tokoh gerakan Islam terbesar di dunia yang berbasis di Mesir ini. Namun, kini kitab tersebut telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dan dibaca orang di seluruh dunia.
Adalah pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna, yang mencetuskan ide penulisan kitab ini. Dialah yang meminta Sayyid Sabiq supaya menuangkan semua materi pelajaran mengenai fikih yang sudah diajarkan kepada para anggota Ikhwanul Muslimin ke dalam bentuk tulisan. Hasil tulisan tersebut oleh al-Banna kemudian diminta untuk disusun menjadi sebuah kitab fikih yang sahih, berdasarkan Alquran dan sunah yang mampu menyelesaikan perbedaan pendapat di kalangan umat Islam dan menghilangkan sifat ta’asub (fanatik yang berlebihan) kepada mazhab.
Kitab Fikih Sunnah yang di dalamnya memuat sekitar tiga ribu hadis itu hingga kini masih mendapat sambutan yang luar biasa dari umat Islam. Bahkan, mendapat pengakuan dari seluruh ulama dunia sebagai kitab terbaik dalam zaman modern ini.
Banyak ulama memuji buku karangan beliau ini yang dinilai telah memenuhi hajat perpustakaan Islam akan fikih sunah yang dikaitkan dengan mazhab fikih. Kanena itu, mayoritas kalangan intelektual yang belum memiliki komitmen pada mazhab tertentu atau fanatik terhadapnya begitu antusias untuk membacanya. iadilah bukunya tersebut sebagal sumber yang memudahkan mereka untuk merujuknya setiap mengalami kebuntuan dalam beberapa permasalahan fikih.
Dalam menyusun kitab Fiqih Sunnah, Sabiq menggunakan metode yang membuang jauh-jauh fanatisme tenhadap mazhab-mazhab fikih yang ada, tetapi tidak menjelek-jelekkannya. Ia berpegang kepada dalil-dalil dan Alquran, sunah dan ijmak. Karena itu, sebagian ulama menilai Sayyid Sabiq bukanlah termasuk ulama yang menyerukan anti-mazhab, sekalipun ia sendiri tidak berkomitmen pada mazhab tertentu.
Sementara sebagian ulama yang lain, mengkritik buku tersebut dan menilai Sayyid Sabiq sebagai orang yang terlalu bebas dan tidak memberikan fikih perbandingan sebagaimana mestinya di dalam mendiskusikan dalil-dalil naqil dan aqli, serta melakukan perbandingan ilmiah di antaranya, lalu memilih mana yang lebih kuat berdasarkan ilmu. Bahkan, kalangan yang fanatik terhadap mazhab mengkritik buku Fiqih Sunnab dan menilainya mengajak kepada tidak bermazhab, yang pada akhirnya menjadi jembatan menuju ketidakberagamaan.
Di antara ulama yang mengkritik buku tersebut adalah seorang ulama hadis yang terkenal, Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani, yang kemudian menulis buku Tamaamul Minnah Bitta’liq ala Fiqhissunnah. Kitab ini ibarat perbandingan bagi hadis-hadis yang terdapat di dalam buku Fikih Sunnah karya Sayyid Sabiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tafadhal,,,uktub yang shalih