IMAM HAMBALI Pemegang Teguh Hadits Nabi

Ia murid paling cendekia yang pernah saya jumpai selama di Baghdad. Sikapnya menghadapi sidang pengadilan dan menanggung cobaan akibat tekanan khalifah Abbasiyah karena menolak doktrin resmi Muktazilah merupakan saksi hidup watak agung dan kegigihan yang mengabdikannya sebagai tokoh besar sepanjang masa.” Penilaian ini diungkapkan oleh Imam Syafi’i, yang tak lain adalah guru Imam Hambali. Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal. Ia merupakan seorang ulama besar di bidang hadis dan fikih yang pernah dimiliki dunia Islam. Dilahirkan di Salam, Baghdad, pada 164 H, Imam Hambali sudah menunjukkan kecerdasannya sejak usia dini. Bahkan, ketika usianya masih relatif muda, ia sudah hafal Alquran. Imam Hambali mendapatkan pendidikannya yang pertama di Kota Baghdad. Saat itu, Kota Baghdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam yang penuh dengan beragam kebudayaan serta penuh dengan berbagai jenis ilmu pengetahuan. Di sana, tinggal para qari, ahli hadis, para sufi, ahli bahasa, filsuf, dan sebagainya. Ia menaruh perhatian yang sangat besar pada ilmu pengetahuan. Dengan tekun, ia belajar hadis, bahasa, dan administrasi. Imam Hambali juga banyak menimba ilmu dari sejumlah ulama dan para fukaha besar. Di antaranya adalah Abu Yusuf (seorang hakim dan murid Abu Hanifah) dan Hisyam bin Basyir bin Abi Kasim (ulama hadis di Baghdad). Ia juga berguru kepada Imam Syafi’i. dan mengikutinya sampai ke Baghdad. Suatu ketika. seseorang menegurnya. “Anda telah sampai ke tingkat mujtahid dan pantas menjadi imam. Mengapa masih menuntut ilmu’? Apakah Anda akan membawa tinta ke kuburan?” Imam Hambali menjawab, “Saya akan menuntut ilmu sampai saya masuk ke liang kubur.” Di samping itu, ia juga menaruh perhatian besar kepada hadis Nabi SAW. Karena perhatiannya yang besar, banyak ulama—seperti lbnu Nadim, Ibnu Abd al-Bar, at-Tabari, dan Ibnu Qutaibah—yang menggolongkan Imam Hambali dalam golongan ahli hadis dan bukan golongan mujtahid. Demikianlah sebenarnya karakteristik Mazhab Hambali. Mazhab itu senantiasa berpedoman pada teks-teks hadis dan mempersempit ruang penggunaan kiyas dan akal. Begitu besar perhatiannya kepada hadis, ia pun pergi melawat ke berbagai kota untuk mendapatkan hadis, antara lain ia pernah ke Hijaz, Kufah, dan Basrah. Atas usahanya itu, akhirnya ia dapat menghimpun ribuan hadis yang dimuat dalam karyanya Musnad Ahmad ibn Hambali. Karya monumentalnya ini disusun dalam angka waktu sekitar 60 tahun. Di dalamnya, terhimpun 40 ribu hadis yang diseleksi dan sekitar 700 ribu hadis yang dihafalnya. Namun, Imam Abdul Aziz al-Khuli (seorang ulama yang menulis banyak biografi tokoh-tokoh sahabat dan tabiin) berpendapat bahwa ada 10 ribu hadis yang berulang dalam kitab itu. Jadi, menurutnya, kitab itu hanya mengandung sekitar 30 ribu hadis. Sebagian besar ulama menganggap hadis yang terdapat dalam kitab ini termasuk kategori sahih. Namun, ada juga ulama yang menyatakan beberapa hadis dalam kitab itu lemah. Selain Al-Musnad, Imam Hambali juga menyusun kitab Tafsir Alquran dan kitab an-Nasikh wa al-Mansukh (kitab mengenai ayat-ayat yang menghapuskan dan dihapuskannya sebuah hukum). Ia juga menyusun kitab al-Manasik ash-Shagir dan al-Kabir, kitab az-Zuhud, kitab a-rRadd ‘ala al-Jahmiyah wa az-Zindiqah (bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah), kitab as-Shalak, kitab as-Sunnah, kitab al-Wara Wa al-Iman, kitab al-I’lal wa ar-Rijal, kitab al-Asyribah, satu juz tentang Ushul as-Sittah, Fadha’il ash-Shahabah. Tak hanya pandai dan cerdas, Imam Hambali juga dikenal tekun beribadah dan dermawan. Imam Ibrahim bin Hani, salah seorang ulama terkenal yang jadi sahabatnya, adalah saksi kezuhudan sang pemelihara hadis ini. “Hampir setiap hari ia berpuasa dan tidurnya pun sedikit sekali di waktu malam. Ia lebih banyak shalat malam dan witir hingga Subuh tiba,” katanya. Mengenai kedermawanannya, Imam Yahya bin Hilal, salah seorang ulama ahli fikih, berkata, “Aku pernah datang kepada Imam Hambali. Lalu, aku diberinya uang sebanyak empat dirham sambil berkata, “Ini adalah rezeki yang kuperoleh hari ini dan semuanya kuberikan kepadamu.” Pujian dan penghormatan Imam Syafi’i pernah memberi usul kepada Khalifah Harun ar-Rasyid pada hari-hari akhir hidup khalifah tersebut agar mengangkat Imam Hambali menjadi qadi di Yaman, tetapi Imam Hambali menolaknya dan berkata kepada gurunya tersebut, “Saya datang kepada Anda untuk mengambil ilmu dari Anda, tetapi Anda malah menyuruh saya menjadi qadi untuk mereka.” Setelah itu, pada tahun 195 H, Imam Syafi’i mengusulkan hal yang sama kepada Khalifah al-Amin, tetapi lagi-lagi Imam Hambali menolaknya. Suatu hari, Imam Syafi’i masuk menemuinya dan berkata, “Engkau lebih tahu tentang hadis dan perawi-perawinya. Jika ada hadis sahih (yang engkau tahu), beri tahulah aku. Insya Allah, jika (perawinya) dari Kufah atau Syam, aku akan pergi mendatanginya jika memang sahih.” Imam Syafi’i juga berkata, “Aku keluar (meninggalkan) Baghdad, sementara itu tidak aku tinggalkan di kota tersebut orang yang lebih wara, lebih fakih, dan lebih bertakwa daripada Ahmad bin Hambal.” Abdul Wahhab al-Warraq berkata, “Aku tidak pernah melihat orang seperti Abmad bin Hambal.” Orang-orang bertanya kepadanya, “Dalam hal apakah dari ilmu dan keutamaannya yang engkau pandang dia melebihi yang lain?” Al-Warraq menjawab, “Dia seorang yang jika ditanya tentang 60 ribu masalah, dia akan menjawabnya dengan berkata, ‘Telah dikabarkan kepada kami,’ atau, ‘Telah disampaikan hadis kepada kami’.” Sementara itu, Ahmad bin Syaiban berkata, “Aku tidak pernah melihat Yazid bin Harun memberi penghormatan kepada seseorang yang lebih besar daripada kepada Ahmad bin Hambal. Dia mendudukkan Imam Hambali di sisinya jika menyampaikan hadis kepada kami. Dia sangat menghormati beliau, tidak mau berkelakar dengannya.” Padahal, seperti diketahui bahwa Yazid bin Harun adalah salah seorang guru beliau. Sang Penentang Kelompok Muktazilah Imam Hambali juga dikenal teguh memegang pendirian. Mazhabnya merupakan yang paling akhir dihandingkan Maliki, Syafi’I, dan Hanafi. Namun, mazhab ini sangat kuat dalam berpegang kepada hadits Nabi SAW dan tradisi para sahabat. Banyak pengamat yang menganggap mazhab ini adalah knstalisasi paling nyata dari mazhab para sahabat karena Hambali menaruh perhatian .besar terhadap fatwa para sahabat. Kemunculan Mazhab Hambali sebenarnya merupakan reaksi terhadap sikap yang berlebihan dari beberapa aliran Islam, seperti Syiah, Khawarij Muktazilah, Kadariah dan Murjiah. Namun, sikapnya paling keras terhadap Muktazlah yang di masa hidupnya tengah berjaya. Sebab Khalifah Al-Ma’mun dan Dinast Abbasyah menjadikan aliran Muktazilah ini sebagai mazhab resmi Negara. Salah satu ajaran yang diyakini panganut Muktazilah adalah Akquran sebagat makhluk atau ciptaan Tuhan. Banyak umat Islam yang menolak pandangan itu. Imam Hambali termasuk orang yang paling tegas menantang paham tersebut. Akibatnya ia pun dipenjara dan disiksa oleh Khalifah al-Mu’tasim putra Al-Ma’mun. Siksaan ini berlangsung hingga kepeminipinan Dinasti Abbasiyah dipegang oleh al-Wasiq yang menggantika ayahnya, al-Mu’tasim. Namun, siksaan tersebut justru makin menaguhkan sikapnya dalam menentang paham Muktazlah. Sikapnya itu membuat umat makin brsimpati kepadanya sehingga pengkutnya makin banyak kendati ia mendekam dalam penjara. Sepeniggal Khalifah al-wasiq Imam Hambali menghirup udara kebebasan. Khahfah al-Mutawakkil, sang pengganti membebaskan Imam Hambali dan memuliakannya. Namanya pun makin terkenal. Hal ini membuat banyak ulama dari berbagai pelosok negeri yang belajar kepadanya. Di antaranya adalah Imam Hasan bin Musa, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Abu Zuhrah, Imam ibnu Abi, dan Imam Abu Bakar Al-Asram. Pada awanya, Mazhab Hambali hanya berkembang di wilayah Irak. Baru pada abad ke-6 H mazhab ini berkembang hingga ke Mesir. Perkembangan pesat terjadi pada abad ke-11 dan ke-12 H berkat usaha Ibnu Tamiyyah (wafat 728 H) dan Ibnu Qayyim (wafat 751 H). Kedua tokoh inilah yang membuka mata banyak orang untuk memberikan perhatian pada fikih Imam Hambalii, khususnya dalam bidang muamalah.Kini, mazhab tersebut banyak dianut umat islam di kawasan Timur Tengah. Sebagaimana ketiga Imam lainnya (Syafi, Hanafi, dan Maliki) ajaran-ajaran Imam Hambali dijadikan patokan oleh para muridnya dalam praktik ritual keagamaan khususnya dalam masalah fikih. Sebagai pendiri mazhab tersebut, Imam Hambali memberikan perhatian khusus pada risalah ritual keagamaan terutama yang bersumber pada sunah Nabi SAW. Menurut Ibnu Qayyim ada lima landasan pokok yang dijadikan dasar penetapan hukum dan fatwa Mazhab Hanbali. Pertama, Alquran dan Hadits. Jika pada keduanya tidak ditemukan jawaban ia melakukan langkah kedua, yaitu merujuk kepada fatwa sahabat yang diketahui tidak ada yang menentangnya. Adapun yang ketiga adalah rnenggunakan pendapat sahabat yang lebih sesuai dengan Alquran dan sunnah Nabi SAW. Jika tidak ditemukan juga jawabannya. Ia melakukan langkah yang keempat yaitu menggunakan hadis mursal (hadis yang tidak menyebutkan nama sahabat yang meriwayatkannya) dan dhaif (lemah). Terakhir apabila ia tdak menemukan penjelasan pada kedua hadis itu, ia menggunakan metode kias. Namun metode ini hanya dilakukan dalam keadaan darurat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafadhal,,,uktub yang shalih