AL-ZAHRAWI Merekatkan Tulang dengan Gips

Pengobatan bukan hal asing bagi Abu Al-Zahrawi. Dalam bidang ini ahli kedokteran muslim kelahiran Al-Zahra, Kordoba, Andalusi, itu menorehkan prestasi gemilang tak hanya di kenal sebagai ahli bedah. Ia pun menemukan berbagai cara baru dalam pengobatan.

Salah satu teknik pengobatan yang ia temukan adalah penggunaan gips untuk penderita gesr atau patah tulang. Penggunaan gips bertujuan agar tulang yg patah dan mengalami pergeseran bisa tersambung kembali seperti semula. Tulang itu digips atau dibalut semacam semen.


Dalam buku Histografi Islam Kontemporer karya cendekiawan Muslim. Azyumradi Azra, di jelaskan bahwa Al-Zahrawi menuliskan teknik pengobatan gips tesebut dalam risalahnya tentang pengobatan. Iapun menjelaskan bagaimana melakukan pengobatan tersebut.


Menurut Al-Zahrawi, jika terdapat tulang yg tergeser, tulang tersebut harus di tarik supaya kembali ditempatnya semula. Untuk mengatasi masalah serius, seperti patah tulang, harus di gips.


Dalam risalahnya itu Al-Zahrawi menyatakan pula untuk menarik tulang lengan yg bergeser, ia menganjurkan seseorang dokter yg akan melakukan pengobatan meminta bantuan dari 2 orang asisten. Keduanya, bertugas memegangi pasien dari tarikan.


Lalu lengan harus di putar ke segara arah setelah lengan yang koyak di balut dengan balutan kain panjang. Sebelum dokter memutar tulang sendi, jelas Al-Zahrawi, dokter itu harus mengoleskan salep bermiyak ke tangannya.


Hal itu, juga harus dilakukan para asisten yang ikut membantunya dalam proses penarikan. Setelah itu, dokter mengerahkan tulang sendi pasien ke tempatnya semula. Jika itu sudah terjadi, dokter harus meletakkan gips.


Tentu gips di letakan pada bagian tubuh yang tulangnya tadi sudah di kembalikan. Gips itu, mengandung obat penahan darah dan memiliki kemampuan menyerap. Lalu, gips diolesi putih telur seta di balut perban dengan ketat.


Hal lain yg perlu di lakukan adalah mengikatkan lengan dan perban yg di gantungkan ke leher. Ini di lakukan selama beberapa hari. Langkah tersebut bertujuan untuk menvegah rasa sakit pada lengan, sebab lengan masih dalam kondisi lemah.


Bila lengan tulang telah kuat dan membaik, gantungan lengan ke leher akan dilepaskan. Saat tulang yang bergeser telah normal, balutan termasuk gips bisa dilepaskan. Bila posisi tulang belum normal, gips dan perban yang sudah dipakai beberapa hari itu mesti dilepas.


Setelah itu, balutan dan gips pasien diganti dengan yang baru. Dalam beberapa hari kemudian, gips baru bisa di lepas saat tulang yg bergeser itu telah benar-benar kembali ke tempatnya. Gips, hanyalah salah satu tehnik pengobatan yang diperkenalkan Al-Zahrawi.


Sejumlah cara pengobatan yang ia lakukan, ia tuliskan dalam sebuah buku yang berjudul Kitab at-Tasrif Man Ajiza an at-Talif. Sejumlah kalangan menilai, buku ini menunjukkan karya terbesar Al-Zahrawi dalam bidang pengobatan.


Tak heran, jika buku ini sangat terkenal dan menarik perhatian banyak kalangan yang berkecimpung dalam bidang pengobatan. Buku ini pun diterjemahkan dalam sejumlah bahasa. Salah satu terjemahannya, Liber Theoricae nec non Practicae alsaharavii, diterbitkan pada 1519.


Buku Al-Zahrawi, juga diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan Latin oleh Simone di Genova dan Abraham Indaeud pada abad ke-13. Tak hanya itu, salinan buku itu diterbitkan pula di Venice pada 1471, berjudul ­Liber Servitoris.


Penerjemahan ini membuat buku karya Al-Zahrawi kian dikenal di Eropa. Bahkan, buku itu menjadi rujukan dalam ilmu kedokteran. Lima abad setelah ia meninggal dunia, bukunya masih menjadi rujukan bagi para mahasiswa yang mendalami ilmu pengobatan.


Menurut laman Muslimheritage, semua penulis Eropa yang menulis buku tentang perbedahan, khususnya pada abad ke-12 hingga abad ke-16, merujuk pada buku karyanya Al-Zahrawi itu. Termasuk, Roger of Salerno (1180), Guglielmo Salicefte (1201-1277), dan Lanfranchi.


Ada pula Henri de Mondeville (1260-1320), Mondinus of Bologna (1275-1326), Bruno of Calabria (1352), Guy de Chaulliac (1300-1368), Valescus of Taranta (1382-1417), Nicholas of Florence, dan Leonardo da Bertapagatie of Padua yang meninggal pada 1460.


Buku ini merupakan sebuah ensiklopedia tentang pengobatan dan bedah, yang terdiri atas 30 volume. Pada volume ke-30, Al-Zahrawi mengungkapkan semua pengetahuannya dalam ilmu bedah yang selama ini ia kuasai.


Sejumlah sejarawan menyatakan, volume ke-30 dari buku Al-Zahrawi itu merupakan gambaran yang sangat rasional dan lengkap dalam pembedahan. Sebab, dalam dalam bukunya itu, Al-Zahrawi menerangkan secara perinci alat bedah dan cara melakukan pembedahan.


Dalam buku setebal 1.500 halaman itu, Al-Zahrawi juga menyertakan sekitar 200 gambar peralatan bedah. Ia pun menjelaskan setu per satu kegunaan dari alat bedah tersebut, yang digunakan sesuai dengan kasus yang dihadapi oleh para dokter dalam pembedahan.

Jejak Al-Zahrawi

Al-Zahrawi dikenal dengan beberapa nama. Nama penjang ahli pengobatan Muslim ini adalah Zahrawi Abul Qasim Khalaf bin Abbas. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Al-Zahrawi atau Albucasis. Ia menjadi salah satu ilmuwan Muslim awal yang menguasai bidang pengobatan.


Al-Zahrawi lahir di kota Al-Zahra, Kordoba, pada 936 dan meninggal pada 1013. Ia berasal dari Arabia yang kemudian pindah ke Spanyol. Kitab Tasrif yang menjadi karya fenomenalnya merupakan hasil pemikiran dari pengalaman dan praktiknya selama 50 tahun.


Ayah Al-Zahrawi merupakan seorang penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia yang bernama Abbas. Al-Zahrawi tak hanya dikenal sebagai dokter yang memiliki kemampuan tinggi, ia juga dikenal sebagai Muslim yang sangat taat.


Seorang penulis dari Perpustakaan Viliyuddin, Istanbul, Turki, mengungkapkan, Al-Zahrawi hidup bagaikan seorang sufi. Al-Zahrawi juga sering melakukan pengobatan pada pasiennya secara Cuma-Cuma. Ia tak menarik imbalan apa pun.


Al-Zahrawi beranggapan bahwa melakukan pengobatan pada mereka yang sakit merupakan bagian dari amal ibadah. Ia dikenal pula sebagai seorang yang pemurah dan berakhlak mulia. Selain membuka praktik, ia juga merupakan dokter pribadi khalifah Al Hakam II.


Sang khalifah yang memerintah Kordoba, Andalusia, merupakan putra Khalifah Abdurrahman III (An-Nasir). Khalifah Al-Hakam sendiri berkuasa dari tahun 961 sampai tahun 976. Ia melakukan perdamaian dengan kerajaan Kristen di Iberia Utara.


Lalu, Al-Hakam menggunakan situasi yang stabil itu untuk mengembangkan pertanian melalui pembangunan irigasi. Ia juga meningkatkan kondisi ekonomi di wilayah kekuasaannya melalui perluasan jalan dan pendirian pasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafadhal,,,uktub yang shalih