NAJRAN

Saksi Kekejaman Ashabul Ukhduud

“Binasalah orang-orang yang membuat parit. Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu baker. Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan, mereka tidak menyiksa orang0orang mukmin itu, melainkan karena orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Mahaperkasa lagi Mahaterpuji. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyiksa segala sesuatu.” [Al-Buruuj (85): 4-9]

Ayat tersebut di atas menggambarkan betapa kejamnya perbuatan yang dilakukan oleh seorang pemimpin negara yang menyuruh menggali parit, lalu memasukkan orang-orang beriman ke dalamnya. Padahal, di dalam parit itu telah dinyalakan api dan kayu bakar yang siap membakar tubuh orang-orang yang beriman.

Peristiwa ini terjadi lebih dari 15 abad silam. Tepatnya sekitar 532 M. Ada pula yang menyatakan, peristiwanya terjadi sekitar 424 M. Demikian pendapat Syauqi Abu Khalil, penulis buku Atlas Alquran, yang mengutip dari Kitab Al-Mausuah al- Yamaniyyah II, halaman 1035.

Sementar itu, sumber lain menyebutkan, peristiwa itu terjadi sekitar 75 tahun sebelum kelahiran Rasulullah SAW. Rasulullah SAW lahir pada Senin, 5 Mei 570 M, atau 12 Rabiul Awwal tahun Gajah. Pendapat ini disampaikan Dr Asri Zainul Abidin, Mufti Peris, Malaysia.

Najran
Terlepas dari tahun kejadian peristiwa tersebut, para ulama sepakat bahwa ayat 4-9 surah Al-Buruuj (Gugusan Bintang) itu, mengisahkan tentang perbuatan yang dilakukan oleh seorang raja Himyar di daerah Najran, Yaman, yang bernama Dzu Nuwas, yang memerintahkan agar orang-orang yang tidak mengakuinya sebagai tuhan, dibakar hidup-hidup.

Secara etimologis, kata Al-Ukhduud diambil dan kata al-Khadd dan al-Khaddah, yang berarti galian yang digali dengan bentuk memanjang. Al-Khadd atau al-Ukhduud adalah parit yang digali, namun tidak dalam tanah, dan bentuknya memanjang.

Jadi, makna dari ayat 4-9 dalam surah Al-Buruuj tersebut adalah penjelasan Allah SWT mengenai cara pembunuhan yang dilakukan oleh Ashabul Ukhduud. Mereka menggali parit yang memanjang di tanah, lalu menyalakan api di dalamnya untuk menyiksa orang-orang yang beriman kepada Allah. Orang-orang beriman itu memiliki keteguhan hati di atas keimanannya dalam menolak ajakan dan imbauan untuk berpaling dari ajaran Tuhannya.

Dalam salah satu keterangan, diturunkannya ayat ini kepada Rasulullah SAW adalah untuk memperkuat keyakinan umat Islam terhadap setiap ujian dan cobaan dari kaum Kafir Quraisy. Penyiksaan yang mereka lakukan terhadap Bilal bin Rabah belum seberapa bila dibandingkan dengan keteguhan hati orang-orang beriman pada masa Ashabul Ukhduud tersebut. Begitu juga, penyiksaan dan kekejaman yang dialami umat Islam di Makkah, belum sebanding dengan pengorbanan seorang tukang sisir permaisuri Firaun, yaitu Siti Masyithoh, di mana ia rela masuk ke dalam tempat penggorengan yang mendidih.

Peristiwa kekejaman Ashabul Ukhcluud, yang telah terjadi selama lebih dari puluhan abad itu, hingga kini masih dapat disaksikan peninggalannya, yaitu berupa parit yang memanjang yang digunakan untuk membakar kaum beriman pada agama Nasrani.

Menurut Syauqi, parit atau galian Ashabut Ukhduud itu dibuat atas perintah raja Yaman, Dzu Nuwas, yaitu salah seorang raja Himyar. Ia adalah seorang raja yang sangat fanatik terhadap Yahudi. Karena itu, dia sangat bernafsu untuk menindas kaum Nasrani yang ada di Kota Najran. Dia memberi dua pilihan kepada umat Nasrani, dibakar hidup-hidup atau keluar dari agama mereka yang hanif dan masuk agama Yahudi. Namun, umat Nasrani menolak dan akhirnya mereka tetap dibakar. Jumlah umat beriman yang menjadi korban kebiadaban Raja Dzu Nuwas ini sebanyak 20 ribu orang, termasuk seorang ibu yang sedang menggendong bayi. Keduanya tewas terpanggang.

Peristiwa itu diyakini dan disepakati oleh para ulama terjadi di kota Najran (Yaman). Bahkan, beberapa hasil penelitian arkeologi berkaitan dengan Ashabul Ukhduud, berhasil mengungkapkan sejumlah bukti sejarah, yaitu adanya lubang galian yang memanjang serupa dengan parit galian. Panjang parit galian itu diperkirakan mencapai puluhan kilometer dengan lebar sekitar 3-4 meter dan kedalaman kurang lebih sekitar satu meter.

Dalam buku Atlas Hadis, Syauqi yang mengutip keterangan dari Jamharah Ansab al-Arab menyatakan, terdapat lubang memanjang berupa galian parit di Kota Najran (Yaman). Lokasi tersebut sekarang ini terletak di sebelah barat daya Saudi Arabia. Jarak dari Kota Makkah ke Kota Najran (Yaman) mencapai 750 kilometer.

As-Sidi dalam menafsirkan ayat ke-4 surah Al-Buruuj itu menyatakan, ketika itu jumlah paritnya ada tiga, masing-masing terdapat di Irak, Syam, dan Najran. Keterangan ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abi Hatim.

Dzu Nuwas
Hampir semua ahli tafsir menyebutkan, raja yang memerintahkan penggalian parit itu adalah Dzu Nuwas dan memerintah di Najran, Yaman. Penduduk Najran sebagian di antaranya beragama Nasrani yang dibawa oleh Nabi Isa AS. Adapun Dzu Nuwas sendiri bersama beberapa warga Najran beragama Yahudi. Karena kekecewaan Dzu Nuwas akibat banyak rakyatnya yang menganut agama Nasrani, dia membakar umat yang beriman tersebut dalam sebuah parit yang jumlahnya mencapai 20 ribu orang.

Menurut riwayat, tidak ada yang selamat dari peristiwa itu. Kecuali, satu orang yang berhasil melarikan diri dengan menunggang kuda. Orang itu bernama Dzu Dzu Tsa’laban.

Ia berhasil melarikan diri dan pergi menghadap kaisar Rum (Romawi). Lalu, ia menulis surat kepada raja Najasyi, Raja Habsyi (Ethiopia). Maka, raja pun kemudian segera mengirimkan tentara Nasrani Habsyi, hingga akhirnya mereka berhasil menaklukkan Kota Yaman dari penguasaan Yahudi. Namun, kendali kekuasaan tetap dipegang Yahudi selama 70 tahun sebelum ditaklukkan oleh Saif bin Dzi Yazan, warga Nasrani. Saif meminta bantuan pada Kisra, Raja Persia, dan akhirnya tampuk kekuasaan kembali ke tangan Himyar.

Demikian diterangkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya, Ibnu Katsir, yang mengutip riwayat dari Imam Muslim dalam Shahih Muslim.


Keteguhan Hati Orang Beriman

Dalam salah satu riwayat Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa ayat 4-9 surah Al-Buruuj itu mengisahkan tentang keteguhan hati orang-orang yang beriman dalam mempertahankan keyakinannya pada Allah SWT.

Disebutkan oleh Imam Nawawi (631-676 H/1233-1277 M) dalam kitabnya Riyadhus Shalihin bab Sabar, kisah Ashabul Ukhduud tersebut yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Dari Abu Yahya atau yang lebih dikenal dengan nama Shuhaib bin Sinan RA berkata, Rasulullah SAW bersabda:

“Dahulu kala ada seorang raja yang mempunyai tukang sihir. Ketika tukang sihir itu sudah tua, ia berkata kepada sang raja, Sekarang saya sudah tua. Tolong kamu kirimkan seorang pemuda kepada saya. Saya akan mengajarinya ilmu sihir.”

Sang raja lalu mengirimkan seorang pemuda yang cerdas lagi pintar agar dia bisa mewarisi ilmu Si tukang sihir itu. Dalam perjalanan, si pemuda ini bertemu dengan seorang rahib (ulama Nasrani), lalu ia duduk mendengarkan ajaran-ajarannya.

Setiap kali akan belajar kepada si tukang sihir, si pemuda ini selalu menyempatkan diri mampir ke tempat rahib dan belajar kepadanya. Akibatnya, ia sering dimarahi oleh si tukang sihir. Hal itu lalu diadukannya pada sang Rahib, dan rahib berpesan, “Bila tukang sihir menanyakan mengapa sering terlambat, sampaikan bahwa keluargamu menahanmu. Dan bila keluargamu menanyakan mengapa terlambat sampai rumah, katakan si tukang sihir menahanmu.”

Pada Suatu hari, ketika hendak belajar, di tengah perjalanan sang pemuda bertemu dengan seekor hewan yang sangat besar dan menghalangi jalan bagi orang banyak. Kesempatan itu lalu dimanfaatkan oleh si pemuda untuk menguji ilmu yang didapatkannya.

Ia berkata: “Ya Allah, jika rahib itu yang lebih Engkau sukai ajarannya daripada si tukang Sihir, tolong jauhkan binatang ini sehingga orang-orang bisa lewat.”

Si pemuda lalu mengambil batu dan melemparkannya pada binatang tersebut. Dan atas kehendak Allah, bintang itu mati seketika. Orang-orang pun akhirnya bisa melintas di jalan itu.

Ia kemudian menemui si rahib dan menceritakan kejadian itu. Sang rahib berpesan, ‘Wahai anakku, hari ini kamu lebih mulia daripada aku. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi padamu dan kamu akan diuji. Kalau kamu diuji, kamu jangan menunjuk aku.”

Pada suatu hari, ada orang buta dan orang yang terkena penyakit kusta datang padanya agar disembuhkan. Atas izin Allah, si pemuda bisa menyembuhkan orang buta dan orang yang menderita kusta tersebut.

Keahliannya ini lalu didengar oleh seorang menteri kerajaan yang juga buta. Ia lalu dipanggil oleh sang menteri dan akan diberi hadiah yang besar bila dapat menyembuhkannya.

“Saya tidak dapat menyembuhkan apa apa. Yang bisa menyembuhkan adalah Allah. Kalau Anda mau beriman pada-Nya, aku akan beroda agar Dia menyembuhkan Anda.” Setelah sang menteri mau beriman, Allah pun menyembuhkan penyakitnya. Sang menteri pun lalu menghadap raja dan mengikuti sidang seperti biasa. Sang raja bertanya:

‘Siapa yang mengembalikan penglihatanmu?” Menteri menjawab: ‘Tuhanku”
Sang raja marah. “Apakah kamu mempunyai Tuhan selain aku?” Sang menteri menjawab, “Tuhanku dan Tuhan paduka adalah Allah.”

Maka, Si menteri ini pun disiksa secara terus-menerus sampai akhirnya ia menunjuk si pemuda. Kemudian si pemuda didatangkan, dan ditanya, ‘Wahai pemuda, aku sudah mendengar bahwa dengan sihirmu, kamu bisa menyembuhkan orang buta, Sakit kusta, dan lain Sebagainya.”

Si pemuda menjawab, “Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang dapat menyembuhkan hanyalah Allah.”
"Apakah kamu mempunyai Tuhan selain .aku?” tanya sang raja. Sang pemuda menjawab, “Tuhanku dan Tuhan paduka adalah Allah.”

Ia pun kemudian disiksa, hingga akhirnya ia menunjuk sang rahib. Giliran sang rahib ditanya, dan jawaban yang diberikan sama dengan jawaban sebelumnya seperti yang disampaikan menteri dan pemuda. Akhirnya, raja memerintahkan: “Keluarlah dari agamamu.”

Singkat cerita, sang raja memerintahkan pengawalnya untuk membawa si pemuda ke gunung agar dibunuh. Ketika akan dibunuh, sang pemuda berdoa, ‘Ya Allah, lindungilah aku dari kejahatan mereka dengan cara apa pun yang Engkau kehendaki.”

Mendadak gunung itu bergetar dan akhirnya pengawal raja pun tewas, namun si pemuda selamat. Ia lalu kembali pada raja.

Melihat si pemuda sehat-sehat saja, ia kemudian memerintahkan pengawal lainnya untuk membawa pemuda ke laut dan menenggelamkannya. Si pemuda kembali berdoa dengan doa yang sama. Perahu yang mereka tumpangi akhirnya terbalik dan para pengawal raja pun tewas, sementara si pemuda selamat.

Sang raja heran, karena si pemuda kembali selamat dari ancaman yang diperintahkannya. “Allah telah melindungiku dan kejahatan mereka. Sesungguhnya kamu tidak akan dapat membunuhku, kecuali jika kamu mau menuruti perintahku.”
Sang raja bertanya: “Apa perintahmu.”
“Kumpulkan semua orang di suatu tempat. Lalu, saliblah aku pada sebatang kayu. Kemudian ambillah panah dan arahkan padaku, lalu bacalah ‘Bismillahi rabbil qhulam’ (Dengan nama Tuhan pemuda ini, lalu panahlah aku. Jika kamu turuti perintahku ini, kamu dapat membunuhku,” terangnya.

Maka, perintah si pemuda pun dituruti sang raja. Hingga akhirnya, si pemuda wafat di tiang salib, setelah anak panah mengenai pelipisnya dan sang raja berdoa sesuai dengan perintahnya.

Mendapati hal tersebut, makin banyaklah orang yang beriman kepada Allah dan meyakini Tuhan si pemuda. Melihat hal ini, sang raja menjadi gusar dan memerintahkan para pengawalnya untuk menggali parit dan menangkapi orang-orang yang beriman dan memasukkan mereka ke dalam parit yang telah dibakar. Sekitar 20 ribu orang wafat dalam peristiwa ini termasuk seorang wanita dan bayi yang masih dalam gendongan.

Si ibu semula merasa takut hingga bayi yang ada dalam gendongannya berkata, “Ibu, bersabarlah, karena Anda dalam kebenaran.” (HR Muslim, dalam kitab Zuhud dan Kelembutan-kelembutan IV/2299 nomor 3005).

lnilah salah satu riwayat yang menerangkan tentang kisah Ashabul Ukhduud tersebut.
Ayat 4-9 surah Al-Buruuj ini kemudian dilanjutkan dengan balasan yang akan diterima orang-orang yang beriman yang memiliki keteguhan hati dalam mempertahankan keimanannya serta balasan bagi orang-orang kafir yang berbuat kerusakan.

“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar.” [QS Al-Buruuj (85): 10-11].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafadhal,,,uktub yang shalih