Sang penjaga rahasia sebuah julukan pada kecakapan yg dimiliki sosok intelektual bernama Al Qalqasyandi. Ia seorang sekretaris dari mesir yg hidup pada abad ke-12. Kemampuannya bermula dari penguasaannya atas bidang sastra yang digelutinya.
Jabatan sekretaris pada masanya, merupakan jabatan langka yang mensyaratkan kemampuan dalam tata bahasa dan menyusun kalimat-kalimat indah. Di sisi lain, jabatan ini menuntut kemampuan seseorang dalam menjaga rahasia. Bahkan, menjadi syarat utama.
Lalu munculah istilah seperti katib al sirr yg berarti penulis dokumen rahasia dan katib al sirr atau penjaga rahasia. Dan Al Qalqasyandi merupakan orang pertama sebagai skretaris yg mendapat sebutan katib al sirr .
Menurut Al Qalqasyandi, pada masa awal pemerintahan Dinasti Mamluk terdapat 2 jabatan sekretaris yg memiliki sebutan katib al dast dan katib al darj. Pada masa selanjutnya, sebutan katib al sirr menggantikan dua istilah jabatan itu.
Ini terjadi pada saat Qadhi Fath Al Din Ibnu Abd Al Zahir diangkat menjadi kepala kantor administrasi. Saat itu, peerintahan dipimpin Al Manshur Qalawun yang berkuasa di suriah dan mesir antara 1280 dan 1290 Masehi.
Penetapan jabatan katib al sirr baru berlangsung pada masa Al Qalqasyandi. Jabatan katib al sirr ini, sejajar dengan jabatan katib al diwan al insya yang ada di Damaskus,
Sementara itu, istilah katib al darj yang merujuk pada jabatan yang sama, berlaku untuk para sekretaris administrasi yang ada di Gazza, Karak, Iskandariyah, dan kota-kota propinsi lainnya. Namun, ssifat dan jenis pekerjaannya hampir sama.
Al Qalqasyandi menjadi sekretaris yang sangat menguasi bidangnya. Ia bahkan menuliskan karya yang terkait dengan bidang pekerjaannya itu, dalam sebuah buku berjudul shubh al Asya'fi Shina /pedoman atau Pedoman Teknik Mengarang.
George A Makdisi dalam Cita Humanisme Islam, mengatakan, dalam karyanya itu Al Qalqasyandi membagi seni kesekretariatan kedalam dua kategori utama, yaitu kitabah al insya dan kitabah al amwal. Ia pun memberikan definisi terhadap kedua istilah tersebut.
Al Qalqasyandi mengatakan, kitabah al insya adalah segala sesuatu yang berhubungan dalam tradisi menulis dengan komposisi kata-kata dan penyusunan gagasan. Pada bagian tersebut, dia membuat daftar tentang contoh-contoh kompisi
Ia pun menuliskan contoh komposisi berbagai dokumen resmi tentang politik, hokum, dan akta-akta notaries. Sedangkan kitabah al amwal, merupakan catatan tentang pemasukan dan pengeluaran belanja pemerintah.
Lebih jauh, Al Qalqasyandi menmgungkapkan, tulisan para pakar humaniora, tulisan para pakar humaniora lebih layak disebut insya' karena kitabah al insya menuntut kepandaian dan orisinalitas. Sehingga, membutuhkan kecakapan lebih tinggi.
Alasannya, dalam kitabah al amwal, kata Al Qalqasyandi, tak membutuhkan orisinalitas. Sudah ada bahasa dan ungkapan-ungkapan bakunya. Naskah-naskah dalam hokum atau dokumen resmi biasanya disalin apa adanya tanpa modifikasi penambahan atau pengurangan.
Setiap naskah tersebut disalin sesuai dengan kerangka penulisan yang sudah
Pertama, sekretaris yang menuliskan surat-surat resmi dan dokumen tentang delegasi kekuasaan.
Kedua, sekretaris yang menuliskan surat-surat penguasa. Ketiga, sekretaris yang menuliskan surat-surat para pejabat tinggi pemerintahan.
Sedangkan keempat, sekretaris yang menuliskan berbagai pernyataa, surat-surat pendek, dan salinan-salinan. Kelima, adalah jenis sekretaris yang menyalin berbagai karya dari naskah aslinya dengan kaligrafi yang indah.
Jenis sekretrais keenam adalah mereka yang mengoreksi penulisan naskah-naskah di kantor arsip, memeriksa kesalahan gramatikal, kesalahan penulisan yang tidak disengaja, dan seterusnya. Ketujuh, sekretaris yang memelihara catatan-catatan di kantor administrasi atau kearsipan.
Sebelumnya, daftar semacam itu juga pernah dibuat Amid al-Ruasa Abu Thalib Muhammad Ibnu Ayyub Al Katib. Ia merupakan sekretaris khalifah Al Qa'im di Baghdad, yang menduduki jabatannya hingga selama 16 tahun.
Daftar milik Ayyub Al Katib mengelompokkan sekretaris sesuai dengan kemampuannya menulis atau mengarang prosa indah. Dia hidup antara tahun 951 dan 1056 Masehi. Beberapa abad sebelum lahirnya Al Qalqasyandi.
Al Qalqasyandi juga merumuskan daftar lainnya dalam karya berbeda yaitu Maqamah dan beberapa karya penting lain. Ia menyatakan, salah satu profesi kesekretariatan yang paling prestisius dan menjanjikan adalah sekretaris Negara.
Seorang sekretaris Negara memiliki peran yang sangat penting dalam memelihara kelancaran system administrasi dan kearsipan. Sehingga hanya orang-orang yang terbaik dan memiliki kemampuan lebih yang bisa menduduki jabatan sebagai sekretaris Negara.
Selain itu, sekretaris Negara juga berperan sebagai kepala kantor administrasi dan kearsipan, serta sebagai orang kepercayaan penguasa. Dia menegaskan masalah tersebut dengan mengatakan bahwa katib adalah lidah penguasa atau juru bicara penguasa.
Semakin menarik kata-kata yang sering diucapkan seorang katib atau sekretaris negara, maka semakin besar pengaruhnya dalam pemikiran masyarakat. Menurut dia, ini akan mengerek pula prestise penguasa yang menjadi atasannya.
Al Qalqasyandi mengatakan, karena pentingnya kedudukan sekretaris Negara maka seorang penguasa baik sultan, khalifah, atau amir, harus cermat dalam memilih orang untuk menduduki jabatan sebagai sekretaris Negara atau mengepalai dewan secretariat Negara.
Biasanya, kata Al Qalqasyandi, pertimbangan mereka untuk menentukan seseorang di jabatan itu adalah alas an kemampuan dalam tata bahasa dan penulisan, bukan gelar kebangsawanan.
Menimbang Referensi
Sekretaris membutuhkan banyak referensi. Al Qalqasyandi mengatakan, buku-buku kumpulan pidato biasanya menjadi rujukan. Sebab, buku tersebut salah satu sumber rahasia kecakapan berbahasa dan kebahasaan yang sempurna dan utuh.
Alasan lainnya, pidato digunakan bangsa Arab dalam berbagai peristiwa penting dan disampaikan tokoh-tokoh penting, seperti khalifah, sultan, amir, maupun gubernur yang disampaikan di atas mimbar. Dalam pidato jenis pembicaraan dapat dibeda-bedakan.
Pidato, jelas Al Qalqasyandi, juga merupakan sarana untuk menyampaikan sebuah maksud kepada masyarakat. Ia pernah mengutip pernyataan seorang intelektual lainnya, Al Askari mengenai hubungan antara pidato dan seni surat-menyurat yang dijalankan oleh para sekretaris.
Menurut Al Qalqasyandi, para sekretaris bisa belajar dari kumpulan pidato mengenai tata bahasa dan
Baik surat-menyurat dan pidato, menyampaikan gagasan melalui bentuk wacana yang tak dibatasi sajak. Keduanya memiliki kesamaan dari sisi kata-kata dan bagian lainnya. Kata-kata yang digunakan orator sama dengan kata-kata yang digunakan oleh sekretaris dari sisi kelembutan dan kejelasan ekspresinya.
Al Qalqasyandi mengungkapkan, anatomi pidato pun serupa dengan anatomi naskah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tafadhal,,,uktub yang shalih