ARSITEKTUR ISLAM Dari Masa ke Masa

Agama Islam telah berkembang sejak 14 abad silam. Dan, selama itu pula, Islam turut mewarnai sejarah kehidupan umat manusia, baik dalam bidang akidah, akhlak, ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, budaya, politik maupun seni.

Dalam bidang seni arsitektur, Islam mewariskannya kepada generasi sekarang sejumlah karya fenomenal. Karya-karya seni dari arsitektur Islam terus bertahan hingga kini. Jejak kejayaan Islam dapat dirunut dari peninggalan arsitektur Islam di berbagai belahan di dunia. Misalnya, Istana Al-Hambra dan Masjid Cordoba di Spanyol, Istana Topkapi di Istanbul (Turki), Kota Firouzabad di Iran Selatan yang dibangun dengan memadukan arsitektur Islam dan Persia, serta yang lainnya.

Warisan peradaban Islam—sebagian— tampak dalam seni arsitektur bangunannya. Kejayaan peradaban Islam tersebut hingga kini masih bisa kita saksikan dalam wujud bangunan, baik berupa masjid, istana, makam, madrasah (sekolah), pasar, tempat pemandian umum (hammam), maupun bangunan lainnya, pada peninggalan masa kejayaan Khilafah Islamiyah.

Peninggalan arsitektur Islam ini tidak hanya terpusat di jazirah Arab sebagai tempat lahirnya kebudayaan Islam, tetapi juga menyebar ke arah timur melalui Mesopotamia, Persia, dan Turki. Sedangkan, ke arah barat masuk ke Syria, Mesir Spanyol, Maroko, hingga merambah ke berbagai benua. Kemudian, masuk ke Cina, Indonesia, dan daratan di Eropa. Masing-masing bangunan itu memiliki ciri khas tersendiri yang melambangkan tradisi, budaya, dan kesenian yang bercorak Islam setempat.

Cikal bakal arsitektur Islam
Menilik sejarahnya, banyak pihak berbeda pendapat tentang asal muasal arsitektur Islam. Ada yang menyebutkan, sejarah arsitektur Islam pertama kali dimulai ketika Rasulullah SAW beserta para sahabatnya membangun Masjid Quba, Madinah, pada permulaan tahun hijriyah atau sekitar tahun 622 Masehi. Bentuknya adalah denah persegi empat dan dinding sederhana yang menjadi pembatasnya. Di bagian depannya, dibuat mihrab untuk Rasul berkhutbah. Sedangkan, pada bagian pintu dibuat gapura. Bahan-bahan yang digunakan bermacam-macam. Ada batu alam (batu gunung), pohon, dan pelepah kurma serta daun-daunnya. Meski arsitekturnya sangat sederhana, bangunan masjid pertama ini menjadi prototipe dari arsitekturmasjid pada masa kemudian.

Ada pula yang menyatakan, cikal bakal arsitektur Islam itu adalah kiblat umat Islam di seluruh dunia, yaitu Ka’bah. Ini bisa dilihat pada bangunan Ka’bah di Makkah yang berbentuk kubus yang unik. Ka’bah merupakan bangunan terpenting dalam Islam karena merupakan rumah Allah (Baitullah) yang suci dan kiblat umat Islam.

Secara historis, Ka’bah bukanlah bangunan baru yang dibangun pada masa Islam, tetapi merupakan warisan Nabi Ibrahim AS. Rasulullah SAW bersama sahabatnya pernah mengoristruksi bangunan Ka’bah pada tahun 630 M atau dua tahun setelah ‘Fathu Makkah’ (Penaklukan Kota Makkah) dari kafir Quraisy. Walau masih sederhana, hal itu dianggap sebagai cikal bakal dimulainya arsitektur Islam.

Rekonstruksi bangunan Ka’bah dilaksanakan pada tahun 632 M oleh tukang kayu dari Abyssina dengan gayanya sendiri. Dinding Ka’bah dihiasi oleh beragam gambar, seperti gambar Nabi Isa, Maryam, Nabi Ibrhim, Rasulullah SAW, malaikat, dan beberapa pepohonan. Namun, ajaran yang muncul belakangan—terutama berasal dan hadis—akhirnya melarang penggunaan symbol-simbol yang menggambarkan makhluk hidup, terutama manusia dan binatang.

Pada abad ke-7 M, umat Islam terus melakukan ekspansi dan memperluas wilayah kekuasaannya. Tiap kali umat Islam mendapatkan wilayah baru, yang pertama kali mereka pikirkan adalah tempat untuk beribadah, yaitu masjid. Bangunan masjid pada masa awal perkembangan Islam sangat sederhana. Bangunannya tidak lain berupa tiruan dari rumah Nabi Muhammad SAW atau terkadang beberapa bangunan yang diadaptasikan dari bangunan sebelumnya.

Di masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidun, seni arsitektur Islam hanya dipengaruhi oleh satu unsur, yakni kebudayaan Arab. Namun, seiring dengan makin luasnya wilayah kekuasaan Islam, unsur kebudayaan asing mulai memberikan pengaruh terhadap ragam dan corak arsitektur pada setiap bangunan di mana peradaban Islam tumbuh dan berkembang.

Pengaruh unsur aing ini tampak jelas dalam bangunan Masjid Cordoba yang memadukan arsitektur Islam dengan arsitektur Kristen Eropa. Begitu juga bangunan masjid di wilayah Asia Tengah yang dipengaruhi oleh budaya lokal. Misalnya, kubah besar, menara tinggi, serta bagian muka masjid yang merupakan penjelmaan kejayaan bangsa Mongol.

Kini, arsitektur Islam berkembang begitu luas, baik di bangunan sekuler (gedung, rumah, atau perkantoran) maupun bangunan keamaan. Seiring perkembangan zaman, arsitektur Islam yang turut mewarnai hampir seluruh pendirian bangunan kini makin kaya khazanah dengan memadukan arsitektur Islam dengan lainnya, seperti Roma, Persia, Cina, dan lainnya. Sehingga, konsep arsitektur Islam—terkadang— malah tak tampak dari luar.

Ernst J Grube dalam tulisannya yang berjudul What Is Islamic Architecture mengungkapkan, bentuk dominan dari arsitektur Islam sebenarnya terletak pada arsitekturnya yang tersembunyi. Artinya, arsitektur Islam baru bisa terlihat setelah memasukinya dan melihat bentuknya dari dalam.

Martin menambahkan, arsitektur Islam sangat kuat dalam memahami harmonisasi antara manusia dan lingkungan serta Sang Pencipta. Sayangnya, kata dia, pada abad ke-20, konsep Islami itu dilupakan dalam pembangunan industri yang begitu cepat. Untuk menyelamatkan keberlanjutan arsitektur Islam, Martin menyarankan umat Islam agar benar-benar mengabaikan arsitektur Barat yang tak menggunakan semangat Islam dan merusak kebudayaan tradisional. Selain itu, umat Islam perlu memahami esensi arsitektur Islam dan memasukkan teknologi bangunan modern sebagai alat dalam mengekpresikan esensi ini.

Apalagi, arsitektur Islam pernah mengalami masa keemasannya di era Usmamyah, masa Abbasiyah, dan Seljuk. Misalnya, masjid jami di Isfahan, Spanyol; Masjid Cordoba; atau Istana Granada. Menurut Prof Jonathan Bloom dan Sheila Blair dan Boston College dalam bukunya The Art and Architecture Islam, ide seni dan arsitektur tradisional Islam yang berkembang pada abad ke-7 yang mencakup arsitektur dan seni di daratan Atlantik hingga ke lautan Hindia telah memberi pengaruh kepada Barat untuk mengembangkan seni dan arsitektur Islam. Hingga abad ke-19 dan 20, jelas Blair dan Bloom, seni dan arsitektur Islam masih tetap berpengaruh bagi Negara-negara di Eropa dan Amerika.


Arsitektur Islam dan Pengaruh Budaya Lokal
Secara spesifik, tidak ada yang menonjol dalam arsitektur Islam, kecuali pada bangunan tempat ibadah (masjid). Di sini, nuansa arsitektur Islam yang terlihat pada masjid sangat jelas dan menonjol. Namun demikian, secara keseluruhan, arsitektur Islam juga dipengaruhi oleh budaya dan seni arsitektur tempat berkembangnya agama Islam. Masing-masing wilayah itu memiliki seni arsitektur tersendiri yang menggambarkan ciri khusus dari wilayah bersangkutan..

Arsitektur Islam di Spanyol
Kekuasaan dinasti Umayyah di Damaskus yang berakhir pada tahun 750 M berlanjut di Andalusia (Spanyol). Andalusia melahirkan arsitektur yang merupakan gabungan tradisi lama (Barat) dan tradisi baru (Islam). Arsitektur Andalusia sering kali dianggap sebagai asimilasi sempurna arsitektur Islam dan Kristen.

Rumah di Andalusia modern berarsitektur seperti rumah di Suriah dan Yordania. lstilah-istilah bangunan yang ada di kawasan ini menggunakan istilah Arab. Istana dan masjid merupakan dua peninggalan Islam yang hingga kini masih ada di Spanyol. Perkembangan arsitektur Islam pada masa ini dapat dilihat, terutama pada arsitektur Masjid Cordoba dan Istana Alhambra di Granada.

Masjid yang didirikan oleh Abdurrahman ad-Dakhil pada tahun 786 M ini mempunyai pola dasar bentuk masjid Arab asli dengan gaya Masjid Umayyah. Pada masa selanjutnya, masjid ini telah mengalami penyempurnaan selama tiga kali berturut-turut, yakni pada tahun 822, 976, dan 990 M.

Di antara penyempurnaannya adalah penambahan tiang-tiang yang membentuk lorong sebagai cara untuk memperluas masjid. Mula-mula ditambah dengan lima deret, kemudian 17 deret yang memanjang, dan delapan tiang ke samping. Tiang-tiang membentuk lorong ini dipercaya sebagai kreasi arsitek Muslim pada masa itu untuk memungkinkan suara khatib terdengar dari mimbar sampai ke barisan belakang jamaah shalat. Dengan kata lain, arsitektur masjid ini mencoba menerapkan teknologi pengeras suara yang belum ada pada saat itu.

Penonjolan lain yang terdapat pada bangunan masjid yang kini telah beralih fungsi menjadi katedral adalah terdapatnya marmer monolit sebagai kubah penutup mihrab yang dihiasi dengan ukiran bermotif renda yang dikerawang pada batu. Kekhususan lain adalah pilar-pilar dengan lengkungan khasnya serta kaligrafi ayat Alquran yang masih tampak pada bangunan pilar tersebut.

Istana Al-Hambra yang didirikan di Granada menjadi pusat dinasti Islam terakhir (Usmani) di Spanyol. Bangunan Al-Hambra yang dalam bahasa Arab berarti ‘merah’ ini memang didominasi oleh warna merah. AlHambra menjadi monumen Islam terbesar di Spanyol, selain Masjid Agung Cordoba.

Sejak dibangun pertama kali pada abad ke-13 oleh Sultan Muhammad bin al-Ahmar (1257-1323), istana ini beberapa kali dipugar. Bangunan yang mengelilingi istana, seperti benteng dan rumah pegawai istana, paling sering mengalami perubahan. Al-Hambra dalam bentuknya yang sekarang dibangun oleh Sultan Muhammad V (1909-1918).

Penampilan istana ini dimulai dengan pintu gerbang yang megah, disusul pelataran yang dilengkapi dengan berbagai elemen, seperti kolam persegi panjang dengan taman dan air mancur yang dikelilingi oleh patung-patung singa yang keseluruhannya berjumlah dua belas patung. Pelataran tersebut terkenal dengan sebutan Serambi Singa (Court of The Lions).

Dua belas patung singa dri marmer ini mendukung air mancur tadi yang mencangkung berkeliling dan mengeluarkan air dari mulutnya. Air mancur dengan 12 singa tersebut merupakan pelataran sebagai titik orientasi terhadap ruang-ruang fasilitas lain, seperti ruang harem yang dilengkapi dengan kamar-kamar pribadi. Sementara itu, tembok serta pilar yang mengeilingi bangunan ini bergaya gotik (arsitektur abed ke12 hingga ke-16 yang berkembang luas di kawasan Eropa) dengan sentuhan Arab-Islam yang kental.

Arsitektur Persia
Kebudayaan Persia merupakan kebudayaan yang diketahui melakukan kontak dengan Islam untuk pertama kalinya. Kekaisaran Persia berkuasa di wilayah dataran tinggi Iran pada sekitar abad ke-7 SM. Karena kedekatannya dengan kekaisaran Persia, Islam cenderung bukan saja meminjam budaya dari Persia, namun juga mengadopsinya.

Arsitektur Islam mengadopsi banyak sekali kebudayaan dari Persia. Bahkan, bisa dikatakan, arsitektur Islam merupakan evolusi dari arsitektur Persia, yang memang sejak kehadiran Islam, kejayaan Persia mulai pudar. Banyak kota di wilayah kekuasaan Islam yang dibangun itu mencontoh kota-kota Persia kuno, seperti Kota Firouzabad di Iran Selatan.

Masjid bergaya Persia bisa dilihat dari ciri khasnya, yaitu pilar batu bata, taman yang luas, dan lengkungan yang disokong beberapa pilar. Di Asia Timur, gaya arsitektur Hindu juga turut memengaruhi, namun akhirnya tertekan oleh kebudayaan Persia yang ketika itu dalam masa jayanya.

Arsitektur Umayyah
Sejarah mencatat bahwa kemajuan umat Islam dalam bidang ilmu dan seni arsitektur Islam telah dimulai semenjak Dinasti Umayyah memegang tampuk kekuasaan dalam kekhalifahan Islam. Perkembangan seni arsitektur Islam pada masa ini bermula ketika Muawiyah bin Abu Sufyan (602-680 M)—pendiri Dinasti Umayyah—mengumumkan sistem pemerintahannya sebagai kerajaan. Keputusan perubahan sistem pemerintahan ini ikut mengubah sendi kehidupan lain, dari cara berpakaian hingga tempat tinggal (istana).

Dinasti Umayyah mulai mengembangkan pola arsitektur khusus pada bangunan dan tempat penting yang ada pada masa itu. Pola arsitektur Arab yang sebelumnya mendominasi bangunan negara (istana, masjid, dan benteng) pada masa Khulafa ar-Rasyidun, di tangan Dinasti Umayyah bercampur dengan corak Romawi (Bizantium).

Pada masa ini, mulail diperkenalkan tempat pemandian umum (Hammam). Untuk pembangunan tempat ini, pemerintah saat itu menyiapkan anggaran khusus. Para Khalifah Umayyah di Damaskus dikenal sangat royal dalam mengusahakan tempat seperti ini.

Selain bangunan hammam, penguasa Dinasti Umayyah juga membangun tempat peristirahatan bagi para pemburu di padang pasir yang dikenal dengan sebutan Karavanserai.

Pada saat Khalifah Umayyah yang paling berpengaruh berkuasa, Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) mulai memperkenalkan konsep kubah pada arsitektur masjid. Pada masa itu, ia membangun kubah Masjid Al-Aqsha. Konsep kubah ini merupakan adopsi dari bangunan katedral Kristen Ortodoks pada masa Bizantium.

Perpaduan arsitektur Islam dengan arsitektur Kristen Eropa tidak jarang pula dilakukan dengan mengadaptasi dari bangunan yang telah ada sebelumnya. Misalnya, mengubah Gereja Santo Johannes sebagai peninggalan Bizantium menjadi Masjid Agung Damaskus yang dilakukan pada masa Umayyah. Meski terjadi peralihan fungsi bangunan, corak katedral, seperti mosaik pada bagian muka bangunan ini, tetap dipertahankan hingga kini.

Arsitektur Abbasiyah
perkembangan arsitektur Islam pada masa Abbasiyah bermula sekitar abad ke-II. Dinasti yang berkuasa di Baghdad selama 500 tahun ini meninggalkan warisan budaya, terutama dalam bidang arsitektur Islam yang mengagumkan. Salah satu ciri pembeda arsitektur Abbasiyah dan Umayyah adalah pengaruh budaya lokal. Bangunan Umayyah bercorak Arab-Romawi, sedangkan bangunan Abbasiyah bercorak Persia dan Asia Tengah.

Pada era itu, perkembangan arsitektur Islam yang begitu besar terlihat pada penggunaan teknik bahan batu bata dan seni arsitektur Persia yang diterapkan pada bentuk lengkung iwan, yakni ruang beratap atau berkubah yang terbuka pada salah satu pinggirnya. Selain itu, perkembangannya juga tampak pada cara pengembangan bangunan lain yang menjadi bangunan fasilitas, seperti istana dan bangunan untuk kepentingan sosial.

Salah satu contoh arsitektur masjid yang dibangun pada era itu adalah masjid jami di Isfahan. Pola perencanaannya terdiri atas penampilan pemakaian lengkung-lengkung iwan sebagai bentuk keseluruhan. Kelengkapan bangunan yang sangat menonjol adalah menara.

Selain itu, bangunan masjid pada masa ini berbentuk oval dengan tiang besar dan dindingnya penuh dengan warna serta kaligrafi. Ini berbeda sekali dengan arsitektur masjid di masa Umayyah yang mengedepankan corak katedral (renovasi dari katedral ataupun bangunan baru) dan persegi mirip Ka’bah.

Bangunan lain yang menunjukkan perkembangan arsitektur Islam pada masa itu adalah Istana Baghdad. Keunikan dan kekhususan dari arsitektur bangunan istana itu tampak pada penerapan hiasan muqamas atau stalaktit seperti yang diterapkan pada bangunan-bangunan kuburan. Susunan hiasan stalaktit ini digabungkan menjadi lengkung stalaktit yang lebih besar.

Arsitektur Usmaniyah
Kerajaan Usmani (1300-1922) meninggalkan khazanah arsitektur yang kaya, mulai dan istana, benteng, masjid, hingga makam. Pada masa ini, bangunan-bangunan yang berdiri umumnya menampilkan corak yang sedikit berbeda dan arsitektur sebelumnya.

Istanbul (Turki) sebagai pusat pemerintahan kerajaan memiliki ratusan masjid yang bentuk arsitekturnya hampir seragam. Ciri khas masjid di Turki terletak pada kubahnya yang indah yang dikelilingi menara tinggi. Selain tipe masjid-kubah, umat islam pada zaman Usmani menampilkan tipe masjid lapangan dan masjid madrasah.

Istana yang menjadi tempat kediaman resmi raja-raja Usmani disebut Topkapi yang digunakan hanya dari tahun 1465 hingga 1835 M. Bangunan ini sangat megah. Dinding pada ruang tertentu dilapisi emas dengan ukiran arabesk (motif daun, cabang, dan pohon) dan gaya Eropa yang kental. Di samping istana, terdapat rumah sederhana, namun apik bagi harem sang khalifah. Pada tahun 1835, raja Usmani tidak lagi mendiami Topkapi, tetapi pindah ke Dolmabache yang berarsitektur lebih modern dan mewah.

Hal baru dalam rangka perkembangan arsitektur Islam gaya Usmaniyah ini ialah munculnya perencanaan bangunan oleh seorang arsitek yang pernah belajar di Yunani, yaitu Sinan. Ia dipercaya telah merancang sekitar 300 gedung penting selama hidupnya. Selain masjid, Sinan juga merancang bangunan istana, kantor kerajaan, dan makam tokoh-tokoh penting. Dia adalah arsitek resmi Kerajaan Usmani dan posisinya sejajar dengan menteri.

Karya terbesar Sinan adalah Masjid Agung Sulaiman di Istanbul yang dibangun selama tujuh tahun (1550-1557). Masjid yang kini menjadi salah satu objek wisata dunia itu memiliki interior yang megah, ratusan jendela yang menawan, marmer mewah, serta dekorasi indah. Masjid itujuga menampilkan pertautan simbolis antara kemegahan masjid sebagai lambang sultan yang besar kekuasaannya dan keagungan masjid sebagai sarana keagamaan. Perpaduan itu ditampilkan lewat menara yang langsing dan tinggi seolah-olah muncul dari lengkung-lengkung kubah dan melesat lepas ke ketinggian.

Selain Masjid Suaiman yang dibangun oleh Sinan, Istanbul memiliki satu masjid lagi yang arsitektur bangunannya dikagumi banyak orang yakni Masjid Biru. Masjid yang interiornya didominasi warna biru itu dibangun oleh MehmetAga, murid Sinan, atas perintah Sultan Ahmad I (1603-1617). Pembangunannya berlangsung selama tujuh tahun (1609-1616). Arsitektur masjid ini dibuat berdasarkan penggabungan dua prototipe rumah ibadah, yakni Katedral Aya Sofia dan Masjid Sulaiman.

Katedral Aya Sofia yang sempat dialihfungsikan sebagai masjid dilarang digunakan sebagai tempat shalat pada tahun 1930 oleh Mustafa Kemal Ataturk(penguasan Turki saat itu). Sejak saat itu, fungsinya diubah menjadi museum.

Ragam Bangunan Berarsitektur Islam
Arsitektur Islam tidak hanya terdapat pada bangunan yang melayani fungsi keagamaan, seperti masjid, madrasah, dan makam, tetapi juga pada setiap rancang bangunan yang diciptakan untuk melayani fungsi sekuler, seperti istana, benteng pasar, dan karavanserai. Arsitektur Islam juga bukan hanya seni rancang bangun pada bangunan skala besar, melainkan juga pada bagian dan pernik ruangan, seperti kubah, mihrab, mimbar, koridor, iang, pintu, jendela, dan anak tangga.

Pada kenyataannya, bangunan-bangunan keagamaan dan sekuler sering melayani fungsi-fungsi keagamaan dan sekuler sekaligus. Pada umumnya, kedua jenis bangunan ini terletak dalam satu area atau satu kompleks. Secara normative, Islam tidak memisahkan antara kehidupan keagamaan dan kehidupan sekuler.

Masjid
Bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah dan pusat kehidupan keagamaan, tetapi juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan politik, social, dan budaya, terutama pada masa-masa awal Islam berkembang. Sebagai sebuah symbol Islam, masjid adalah wakil paling menonjol dari arsitektur Islam. Oleh karena itu, masjid adalah arsitektur Islam par excellence (tiada bandingannya dan yang terbaik di antara yang sejeni).

Arsitektur Islam bermula dari masjid. Masjid di zaman Nabi Muhammad SAW adalah sebuah bangunan sederhana yang belum mempunyai cirri-ciri khusus arsitektural, seperti menara, mihrab, kubah, atau maqsurah (area yang dipagar dekat mihrab dalam masjid pada zaman dulu dan digunakan untuk melindungi dari pembunuhan).

Seluruh bangunan masjid, misalnya mimbar, mihrab, kubah, gapura, dan menara, merupakan cirri khas arsitektur Islam.

Pasar
Tradisi perdagangan di dunia Islam sebagaimana di tempat-tempat lain, mengekspresikan dirinya pada sarana-sarana yang dibutuhkan, dan salah satunya adalah pasar. Namun, di dunia Islam, pasar juga memiliki fungsi selain sebagai pusat kegiatan perdagangan.

Eleanor Sims, seorang peneliti dari Research Associate di Roma, mengungkapkan, di kota-kota dunia Islam pasar menjadi area bersama untuk tempat berteduh, keamanan, sumber air, dan pusat perdagangan. Pasar biasanya terletak di jantung kita Islam. Pasar juga menjadi pusat penghasil segala jenis barang.

Madrasah
Madrasah adalah bangunan yang berfungsi sebagai institusi pendidikan dan pengajaran, terutama ilmu-ilmu keislaman. Sebagai sebuah bangunan terpisah dari masjid, madrasah focus pada kegiatan pendidikan dan pengajaran termasuk Bangunan madrasah di lengkapi dengan iwan (ruang beratap atau berkubah yang terbuka pada salah satu pinggirnya), yang berfungsi sebagai tempat kegiatan pengajaran. Sementara mahasiswa-mahasiswa, tinggal di kamar-kamar yang terletak sepanjang dinding-dinding terdekat.

Karavanserai
Bila pasar adalah ekspresi perdagangan, karavanserai adalah ekspresi perjalanan. Karavanserai adalah bengunan di tepi jalan yang menyediakan tempat penginapan dan tempat berteduh bagi orang-orang yang bepergian. Istilah karavanserai pertama kali digunakan pada kekuasaan Dinasti Seljuk.

Makam
Pada dasarnya, Islam melarang keras medirikan bangunan, apalagi yang mewah dan megah untuk makam atau kubur. Namun, larangan tersebut seringkali dilanggar di berbagai tempat di dunia Islam. Bangunan makam yang mewah dan megah ini diimplementasikan dalam wujud mausoleum.

Menurut Ricahard Ettinghausen, seorang sar4jana Barat yang tekun melakukan penelitian tentang seni Islam, pada dasarnya ada dua tipe mausoleum, yakni tipe bundar, seperti menara dan tipe empat persegi atau polygonal (banyak segi). Kedua tipe ini biasanya ditutup oleh kubah bundar atau atap berbentuk kerucut dan piramida. Ciri lain mausoleum-mauseleum yang sangat indah dan mewah adalah adanya bangunan-bangunan tambahan yang didirikan kemudian di kompleks yang sama.

Istana
Bila masjid adalah ekspresi penyembahan dan penyerahan diri kepada Tuhan, madrasah adalah ekspresi kecintaan kepada ilmu, khususnya ilmu keagamaan, dan istana adalah ekspresi kekuasaan kerajaan. Dalam sejarah arsitektur Islam, khlaifah-khalifah Umayyah adalah yang pertama membangunan istana. Istana-istana mereka yang disebut istana-istana padang pasir terletak di pedalaman Suriah, Palestina, dan Trans-Yordania. Istana-istana itu pada awalnya adalah warisan benteng-benteng Romawi dan Bizantium yang menjaga perbatansan bagian timur.

Istana-istana Umayyah di Damaskus dan Rusafah terkenal karena kubah hjaunya. Pada masa-masa awal, di Baghdad dan Merv, terdapat sebuah kupola (kubah kecil) di atas tempat singgasana yang mengesankan dan mungkin sekali kamar berkubah itu didahului oleh sebuah ruang panjang dan halaman dalam tempat berkumpul para tamu dan orang-orang yang dtang.

Corak Islam Mulai Memudar?
Sekarang ini, banyak perubahan yang terjadi dalam arsitektur bangunan di Timur Tengah ataupun dunia Islam lainnya. Seperti dikatakan arsitektur kondang. Garry Martin. jangankan di negara lain, perkembangan arsitektur Islam di Timur Tengah pun sangat momprihatinkan. Karena itu, Ia pun memberikan peringatan kepada umat Islam akan hilangnya budaya dan tradisi Islam dalam bidang arsitektur ini.

“Kekayaan minyak yang melimpah serta perubahan sosial dan politik telah mengancam tradisi dan kebudayaan Islam. Krisis identitas itu telah tampak pada dosain arsitekturalnya.” papar Martin.

Kini. Ianjutnya. pembangunan besar-besaran yang terjadi di Timur Tengah tak lagi menerapkan arsitektur Islam yang agung. luhur, dan mengagumkan. Kebanyakan gedung di Tirmur Tengah telah meniru model-model arsitektur Barat. Akibatnya, papar Martin, kini umat Islam di Timur Tengah tengah menciptakan lingkungan asing dalam komunitas Islam.

“Dunia arsitektur Islam telah melalui sejarah dengan mengadaptasi dan merospons berbagai budaya dan bangunan-bangunan tradisi yang ada tanpa adanya pelemahan esensi spiritual yang menjadi sumber inspirasi,” ungkapnya. “Jadi, bila kini terjadi krisis identitas dalam bidang arsitektur Islam, kemungkinan besar terjadi karena esensi spiritual yang telah rmelemah dan tak lagi menjadi sumber inspirasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafadhal,,,uktub yang shalih